Senin, 12 Maret 2012

Abraham David Mandey. Pendeta Mendapat Hidayah



Saya lahir dengan nama, Abraham David di Manado, 12-2-1942. Mandey adalah nama fam (keluarga) orang Minahasa, Sulawesi Utara. 

Bungsu, 3 bersaudara, seluruhnya laki-laki. Kami keluarga terpandang, baik di lingkungan masyarakat maupun gereja. Ayah, adalah pejabat Direktorat Agraria, merangkap Bupati Sulawesi pada awal revolusi kemerdekaan, berkedudukan di Makasar. Ibu, guru SMA, di lingkungan sekolah milik gereja Minahasa.

Peta Manado, Sulawesi Utara

Sejak kecil, kagum pahlawan Perang Salib. Richard Lion Heart yang legendaris. Juga Jenderal Napoleon Bonaparte, yang gagah perwira. Semua cerita kepahlawanan, membekas. Berkhayal menjadi tentara, gagah berani di medan laga.

Ke Jakarta & mendaftar ke Mabes ABRI. Lulus. Setelah itu, resmi pendidikan & tinggal di asrama. Tidak banyak cerita pendidikan militer selama 2 tahun itu, kecuali disiplin ABRI dengan “Sapta Marga”-nya menempa jiwa sebagai perwira remaja yang tangguh, berdisiplin, & siap tugas negara.


Meskipun dipersiapkan sebagai perwira pembinaan mental, tetapi beberapa operasi tempur, dilibatkan. Operasi pembersihan G-30S/PKI di Jakarta, saya dalam komando, dipimpin Kol. Sarwo Edhie Wibowo (almarhum).


Setelah situasi negara pulih, ditandai lahirnya Orde Baru 1966. Saya ditugaskan belajar ke STT (Sekolah Tinggi Teologi) milik gereja Katolik, di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. 


Di STT ini, 5 tahun (1966-1972) belajar, mendalami, mengkaji, & diskusi, yang diperlukan sebagai pendeta. Belajar sejarah & filsafat agama Kristen. STT juga memberikan kajian sejarah & filsafat agama-agama di dunia. Termasuk Islam.

Menjadi Pendeta

Sambil aktif di TNI-AD, oleh Gereja Protestan Indonesia, ditugaskan menjadi Pendeta II di Gereja di Jakarta Pusat, bertetangga dengan Masjid Sunda Kelapa. Di sinilah, kurang lebih 12 tahun (1972-1984) saya memimpin sekitar 8000 jemaat. Hampir 80 % adalah kaum intelektual atau masyarakat elit.


Di Gereja ini, pengabdian pelayanan firman Tuhan. Tugas sebagai Pendeta II, selama khutbah, menyantuni jemaat yang perlu bantuan atau mendapat musibah. Juga, menikahkan muda-mudi yang berumah tangga.


Sebagai pendeta, juga ABRI, siap ditugaskan di mana saja. Sebagai perwira, sering tugas ke pelosok tanah air. Bahkan, luar negeri. Dalam rangka tugas belajar dari markas. 


Seperti kursus staf Royal Netherland Armed Forces di Belanda. 1969 mengikuti Orientasi Pendidikan Negara-negara Berkembang yang disponsori UNESCO, di Paris, Prancis.

Dilema Rumah Tangga


Kesibukkan sebagai ABRI, tugas gereja, membuat sibuk. Sebagai pendeta, lebih banyak memberikan perhatian kepada jemaat. Sementara, kepentingan pribadi & keluarga nyaris tergeser. Istri, yang putri mantan Duta Besar RI di Eropa, sering mengeluh & menuntut.  Agar perhatian yang lebih banyak.

Wanita, umumnya banyak berbicara atas dasar perasaan. Karena kesibukan tidak berkurang, ia meminta mengundurkan diri dari tugas-tugas gereja. Supaya, lebih banyak waktu untuk keluarga. Saya tidak menerima. “Pelayan Firman Tuhan” telah bersumpah, kepentingan umat di atas segalanya.


Sekitar 1980, kian memanas. Bak api dalam sekam. Rumah tangga, tidak harmonis. Masalah kecil & sepele memicu pertengkaran. Tidak ada lagi kedamaian. 


Saya sangat mengkhawatirkan Angelique, putri satu-satunya. Perkembangan jiwanya terganggu. Saya merangkul anak itu, agar mengerti posisi ayahnya sebagai pendeta, yang melayani umat. Ia mengerti. Angeliquelah satu-satunya yang menyambut hangat setiap kepulangan .

Dalam kesunyian malam saat bebas & tugas-tugas gereja, saya sering merenungkan kehidupan ramah tangga saya sendiri. Buat apa menjadi pendeta, kalau tidak mampu memberikan kedamaian & kebahagiaan rumah tangganya sendiri. 


Saya sering khutbah setiap kebaktian & menekankan hendaknya setiap umat Kristen mampu memberikan kasih kepada sesama umat manusia. Bagaimana dengan saya?

Pertanyaan-pertanyaan itu membuat batin resah. Mencoba memperbaiki keadaan. Terlambat. Istri tidak mendukung tugas-tugas sebagai pendeta. Saya dilecehkan. Kesimpulan, tidak sejalan lagi. Untuk apa mempertahankan? 


Ketika niat “melepas” istri, disampaikan kepada sahabat-sahabat sesama pendeta. Mereka menyarankan, agar bertindak lebih bijak. Mengingatkan, bagaimana mungkin pendeta yang sering menikahkan seseorang, justru menceraikan istrinya? Bagaimana citra pendeta di mata umat? 


Semuanya benar. Tetapi, saya sudah tidak mampu. Yang terpenting, bukan menjaga citra pendeta. Tetapi, bagaimana agar batin damai. Dengan berat hati, cerai. Angelique, ikut saya.


Mencari Kedamaian


Saya banyak introspeksi. Banyak membaca literatur filsafat & agama. Termasuk kajian filsafat Islam, menjadi bahan yang paling saya sukai. Mengkaji pemikiran beberapa tokoh Islam yang banyak dilansir media massa.

Salah satunya K.H. E.Z. Muttaqin (almarhum) pada krisis perang saudara di Timur Tengah, Yerusalem & Libanon. Waktu itu (1983), K.H.E.Z. Muttaqin mempertanyakan dalam khutbah Idul Fitrinya, mengapa Timur Tengah selalu menjadi ajang mesiu & amarah. Padahal, di tempat itu diturunkan para nabi yang membawa agama wahyu dengan pesan kedamaian?


Saya tersentuh ungkapan puitis kiai itu. Dalam salah 1 khutbah di gereja, khutbah itu saya sampaikan kepada para jemaat kebaktian. 


Ada kekagetan jemaat. Terkejut, baru pertama kali mereka mendengar khutbah, dengan referensi seorang kiai. Bagi saya, itu penting. Pesan perdamaian beliau amat manusiawi & universal.

Sejak itu, banyak sorotan. Selentingan “Pendeta Mandey telah miring.” Saya dinilai telah memihak. Saya tidak peduli. Saya sampaikan adalah nilai-nilai kebenaran. 


Kekaguman pada konsep perdamaian Islam yang diangkat KH. E.Z. Muttaqin, semakin menarik saya lebih kuat mendalami konsepsi-konsepsi Islam lainnya. Ibarat membuka pintu, lalu masuk ke dalamnya. Setelah masuk, ingin lebih dalam. Begitulah perumpamaannya. Semakin “terseret” mendalami konsepsi Islam tentang ketuhanan & peribadahan.


Saya tertarik konsepsi ketuhanan Islam yang disebut “tauhid”. Konsep itu sederhana. Lugas, & tuntas menjelaskan eksistensi Tuhan, yang oleh orang Islam disebut Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Orang awam sekalipun, mampu mencernanya. Berbeda dengan ketuhanan Kristen, Trinitas. Rumit. Diperlukan argumentasi ilmiah untuk memahaminya.

Konsepsi peribadatan Islam yang disebut syariat, begitu teratur & sistematis. Seandainya sistem ini benar benar diterapkan, dunia yang kacau ini akan mampu diselamatkan.


1982 benar-benar mencoba mendekati Islam. Selama 1,5 tahun konsultasi dengan K.H. Kosim Nurzeha, yang juga aktif di Bintal (Pembinaan Mental) TNI-AD. 


Saya tidak gegabah & tergesa-gesa. Selain pendeta, saya juga perwira Bintal Kristen di TNI-AD. Saya sudah dapat menduga apa yang terjadi seandainya masuk Islam.

Tetapi, suara batin yang mencari kebenaran & kedamaian, tidak dapat berlama-lama dalam kebimbangan. Batin mendesak kuat agar segera meraih kebenaran yang sudah ditemukan itu.


Oh, ya, di samping Pak Kosim Nurzeha, juga berkonsultasi dengan kolega di TNI-AD. Dra. Nasikhah M.. Perwira Kowad (Korps.Wanita Angkatan Darat) yang bertugas pada BAIS (Badan Intelijen & Strategi) ABRI. 


Muslimah, lulusan UGM (Universilas Gajah Mada) Yogyakarta, jurusan filsafat. Saya sering berkonsultasi masalah-masalah pribadi & keluarga. Ia sering memberi buku-buku bacaan pembinaan pribadi & keluarga Islam. Saya seperti menemukan pegangan dalam kegundahan duda yang gagal dalam rumah tangganya.


Akhirnya, semakin yakin hikmah di balik drama rumah tangga. Saya yakin, Tuhan membimbing ke jalan yang lurus & benar. 

Saya bertekad, apa pun yang terjadi tidak akan melepas kebenaran yang telah saya raih ini. 

Dengan kepasrahan total kepada Tuhan, pada 4 Mei 1984 mengucapkan ikrar 2 kalimat syahadat. Dibimbing K.H. Kosim Nurzeha & saksi Drs. Farouq Nasution di Masjid Istiqlal. Allahu Akbar. Hari itu adalah hari bersejarah dalam hidup saya. Saat saya menemukan diri saya yang sejati.

Menghadapi Teror


Berita keislaman, mengejutkan gereja. Termasuk di TNI-AD. Wajar, karena saya Kepala Bintal (Pembinaan Mental) Kristen TNI-AD & di gereja. Saya adalah pentolan.  

Sejak itu, memasuki pengalaman baru. Tenor berbagai pihak. Telepon ancaman terus berdering. Bahkan, ada sekelompok pemuda gereja di Tanjung Priok, yang bertekad menghabisi nyawa. Dianggap murtad & mempermalukan gereja.

Di samping teror, juga persoalan di TNI AD. Dewan Gereja Indonesia mengirim surat ke Bintal TNT-AD, meminta agar dipecat dari ABRl. Dan mempertanggung jawabkan di hadapan majelis gereja.


Setelah itu, menerima surat ucapan terima kasih, atas tugas-tugas kepada negara. Sekaligus pembebastugasan & jabatan di jajaran TNI-AD, pangkat akhir Mayor. Tidak ada yang saya ucapkan, kecuali tawakal & ikhlas. Yakin, ini ujian iman.


Abraham David Mandey, menjadi Ahmad Dzulkiffi Mandey, mengalami ujian hidup yang cukup berat. Alhamdulillah, berkat kegigihan, akhirnya kerja di perusahaan swasta. Sedikit demi sedikit karir menanjak. 


Setelah itu, beberapa kali pindah & menempati posisi penting. Pernah menjadi Manajer Divisi Utama PT Putera Dharma. Pernah menjadi Personel/General Affairs Manager Hotel Horison, 1986-1989. Sejak 1990 sampai sekarang di bank di Jakarta. Sebagai Safety & Security Coordinator.


Kini, keadaan relatif baik, & sudah meraih semua kebahagiaan, yang sekian tahun dirindukan. Dra. Nasikhah M, perwira Kowad itu, menjadi pendamping setia. Insya Allah selama hayat di kandung badan. Saya menikahinya 1986. Telah lahir seorang gadis kecil manis & lucu. Namarnya Achnasya.  


Angelique, tetap bersama. Masih Protestan taat. Kebahagiaan bertambah lengkap, tatkala haji ke Tanah Suci bersama istri tercinta, 1989.


[Admin: Dunia hanya sementara. Akherat abadi. Bacalah Al-Quran & Terjemahannya. Bacalah AlKitab, apakah versi Protestan yang 66 kitab, atau versi Katolik yang 73 kitab. 

Pelajari baik-baik, sungguh-sungguh. Serius mencari kebenaran, dengan hati terbuka, tenang, sabar, & jujur. Agar Allah atau Tuhan Bapa memberi petunjuk. 

Hanya Allah atau Tuhan Bapa yang memberikan pemahaman, petunjuk. Bukan Muhammad, bukan Yesus, bukan Musa, Bukan Ibrahim. Mereka hanya penyampai, berita gembira surga & kabar buruk neraka. Dan contoh perilaku yang baik, menurut standar Tuhan, bukan ukuran manusia.

Masih ada waktu, segera. Supaya beruntung. Surga! Pemahaman, petunjuk yang benar hanya dari Allah atau Tuhan Bapa saja. Bukan lainnya.]

[Sumber http://www.mualaf.com/index.php/kisah-a-pengalaman/muallaf-rohaniawan/16-kisah-rohaniawanbudayawan/111]

1 komentar:

  1. Salut kpd bpk yg rela berkorban: pisah istri; dipecat dari TNI AD, demi keyakinan kpd Allah Yg Mh Esa. Memang Allah Tritunggal, buah karya manusia Pendeta Paulus. Insyaallah, bpk dpt panggila Hj. Amin. Hp.081310344202.

    BalasHapus

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi