Minggu, 04 Maret 2012

PEK KIM LIOE: Tergugah MTQ Nasional



Putri Wong Kam Fu (Pek Kim Lioe) : Tergugah MTQ Nasional

[Journey to Islam ; Redaksi 01 Nov 2003]

Saya, WNI keturunan. Tinggal di perkampungan muslim. Pergaulan & interaksi dengan sesama warga, sangat erat. 

Keluarga saya memang bukan muslim, namun masyarakat sekitar menganggap seperti saudara sendiri. Saya merasakan persamaan & persaudaraan. Dari sini pula mengenal ajaran mereka.
Lahir 22 Oktober 1953 di Batu, Malang, Jawa Timur. Orang tua memberi nama Pek Kim Lioe. Anak tunggal pasangan Pek Sek Liang & Ani. Kedua orang tua bercerai. Saya diasuh ibu tiri selama 5 tahun. Sejak kecil dididik dalam lingkungan Nasrani. SD hingga SMA.

Belum tamat SMA, dipinang & menikah dengan Gabriel Dela Dorolatta Mustar. Pemuka Nasrani Nganjuk. Mustar adalah guru SMP di Batu. Dikaruniai 7 anak. Tetapi, seorang anak meninggal di usia balita. Mereka adalah Vincencius Budi Prasetyo, Wongso Wijoyo, Kurniawati, Sumirasari, Rama & Linda.


Tertarik Islam. Suatu hari, bersama suami nonton tv. Acara Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) yang disiarkan langsung dari Pontianak (Kalbar). Saat acara berlangsung, kami menatap penuh perhatian. Kami berdua membisu. Tiba-tiba saya terkejut mendengar suami saya bertanya:

"Leoni, bagaimana kalau kita masuk Islam?" 

Pertanyaan tiba-tiba ini, membuat saya kaget. Saya membisu sambil menatapnya. Pertanyaan itu, sudah lama saya tunggu. Saya sangat mendambakan pertanyaan itu. Pertanyaan itu memberikan kedamaian. Ada kesejukan dalam batin ini. Sudah lama saya merindukan kedamaian. Saya pernah merasakan kedamaian, ketika mendengar azan magrib & subuh dari sebuah masjid. Tak jauh dari tempat tinggal.

Alunan suara yang memanggil orang Islam, shalat ini, sering membuat resah. Saya berusaha diam-diam mencari rahasia, apa yang sesungguhnya ada di balik suara yang menggetarkan hati itu. Tanpa diketahui suami, saya mempelajari buku-buku agama Islam yang dibeli diam-diam. Kadang, tanpa rasa malu & sungkan saya datangi tokoh-tokoh agama di kampung, & bertanya berbagai hal tentang Islam.

Oleh kakek, Empeh Wong Kam Fu, saya di perkenalkan kepada Haji Masagung (almarhum). Haji Masagung adalah pengusaha muslim keturunan Cina & juga teman kakek sejak kecil. Beliau memberi 2 buku agama. Dialog Islam & Kristen & Sejarah Islam Tionghoa.

Kedua buku itu, sangat mempengaruhi keimanan. Segala kegiatan saya sembunyikan. Tak pernah membicarakan dengan suami. Saya menjaga perasaannya. Rasa simpati kepada orang Islam & ajarannya, makin tak tertahan lagi, ketika kakek Empeh Wong Kam Fu meninggal. 


Kendati kakek orang Tionghoa & beragama lain, ternyata yang datang melayat & membantu mengurus jenazah, justru orang Islam setempat. Mereka sukarela & ikhlas membantu tanpa melihat latar belakang suku & agama. Hati saya terpesona, kekerabatan orang Islam setempat. Rasanya, ingin mengutarakan kepada suami.

Keinginan sempat saya tahan. Ternyata suami pun, diam-diam mengamati kegiatan orang Islam di sekitar. Dan, ia sangat terharu keikhlasan masyarakat, membantu keluarga kami yang tengah mendapat musibah. 


Puncaknya, ia mengutarakan keinginan masuk Islam, saat menonton siara MTQ TV. Akhirnya, kami berdua sepakat menemui Haji Masagung. Di Jakarta, menemuinya, namun tidak mendapat sambutan.

Haji Masagung berkata kepada kami, 


"Bila hendak menjadi muslim sejati, sayaratnya harus berani menderita & mati atas nama Islam. Dan, kalau kalian mau masuk Islam, tak perlu jauh-jauh ke Jakarta. Cukup melalui KUA (Kantor Urusan Agama) setempat saja".

Setelah bertemu Haji Masagung, pulang ke Malang. Kami menemui Pak Kasdri, modin (petugas azan) masjid.
Kedatangan disambut sukacita. Wajah Pak Kasdri berseri-seri mendengar niat itu. Esok harinya, Pak Kasdri mengajak ke KUA Kecamatan Batu. Kami dipertemukan dengan staf KUA, Bapak Nursyasin Masdrah. Diimbau berpikir & mempertimbangkan masak-masak. Keinginan masuk Islam, sudah menggebu. Terutama suami. Ia menanyakan berbagai hal kepada Pak Nuryasin. Semua pertanyaan dijawab dengan sabar.

Untuk memantapkan hati, terus berdialog dengan Pak Kasdri & K.H. Sayuti Dahlan, seorang tokoh Islam di Malang. Sebagai orang tua, juga memberitahukan & mengajak anak-anak memeluk Islam. Ajakan ternyata dituruti anak-anak.
Masuk Islam. Taufik & hidayah akhirnya datang juga. Sebelum syahadat, kami sekeluarga mempersiapkan diri. Saya membersihkan seluruh tubuh. Begitu juga suami & anak-anak. Saya mengenakan kain panjang & baju kebaya tertutup & pakai kerudung. Suami mengenakan kain sarung baju putih lengan panjang & kopiah. Juga anak-anak. 

Alhamdulillah, tepat bakda Jumat, di Masjid an-Nur, 12 Juli 1985, kami sekeluarga dibimbing K.H. Suyuti Dahlan, mengucapkan ikrar 2 kalimat syahadat. Sungguh, saya tak dapat menahan haru. Air mata saya menetes. Saya sangat bersyukur. Hati saya yang selama ini gelisah, menjadi damai.

Setelah menjadi seorang muslimah, nama menjadi Fatimah. Nama pemberian itu saya gabungkan dengan nama lama saya, sehingga menjadi Leoni Fatimah. Suami menjadi Mohammad Mustar. 


Keharuan kian menjadi setelah ikrar selesai. Oleh Pak Kasdri saya diberi selembar sejadah & oleh H. A Zalaroa, suami diberi kopiah. Tetangga menyambut & bersyukur atas masuk Islamnya kami sekeluarga. 

Untuk menambah & memperkokoh keimanan, kami aktif belajar membaca & menulis Al-Qur'an serta pengajian. Saya mendirikan mushala di rumah untuk shalat berjamaah. 

Alhamdulillah, 1987 haji. Saya mulai aktif berdakwah, setelah terpilih menjadi Ketua Yayasan Karim Oei Jawa Timur, 26 November 1995. Saya mencanangkan salah 1 program, mengajak warga keturunan mengenal & memahami Islam secara mendalam. Lewat kegiatan rutin belajar membaca & menulis Al-Qur'an & pengajian. [Maulana M./Albaz]

0 komentar:

Posting Komentar

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi