["Saat
ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada
semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun
bukan yang terkecuali."]
Abu Dzar
berasal dari suku Ghifar. Suku yang dikenal sebagai penyamun, pada masa sebelum
Islam.
Ia
memeluk Islam dengan sukarela. Ia salah satu sahabat terdahulu memeluk Islam.
Ia mendatangi Nabi Muhammad SAW langsung ke Mekkah, menyatakan keislamannya.
Setelah
menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah meneriakkan, bahwa ia seorang
Muslim. Hingga ia dipukuli oleh suku Quraisy.
Atas
bantuan Abbas bin Abdul Muthalib, ia dibebaskan dari suku Quraisy. Setalah suku
Quraisy mengetahui bahwa, orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar. Ia
mengikuti hampir seluruh pertempuran-pertempuran selama Nabi Muhammad hidup.
Orang-orang
yang masuk Islam melalui dia, adalah : Ali-al-Ghifari, Anis al-Ghifari, Ramlah
al-Ghifariyah.
Dia
dikenal sangat setia kepada Rasulullah. Kesetiaan itu misalnya dibuktikan sosok
sederhana ini dalam satu perjalanan pasukan Muslim, menuju medan Perang Tabuk.
Melawan kekaisaran Bizantium.
Karena keledainya lemah, ia rela berjalan kaki
seraya memikul bawaannya. Saat itu sedang terjadi puncak musim panas yang
sangat menyayat.
Dia
keletihan & roboh di hadapan Nabi SAW. Namun Rasulullah heran kantong
airnya masih penuh. Setelah ditanya mengapa dia tidak minum airnya, tokoh yang
juga kerap mengkritik penguasa semena-mena ini mengatakan,
"Di
perjalanan saya temukan mata air. Saya minum air itu sedikit & saya
merasakan nikmat. Setelah itu, saya bersumpah tak akan minum air itu lagi
sebelum Nabi SAW meminumnya."
Dengan
rasa haru, Rasulullah berujar,
"Engkau datang sendirian, engkau hidup
sendirian, & engkau akan meninggal dalam kesendirian. Tapi serombongan
orang dari Irak yang saleh kelak akan mengurus pemakamanmu."
Abu Dzar
Al Ghifary, sahabat setia Rasulullah itu, mengabdikan sepanjang hidupnya untuk
Islam.
Sebelum
Islam
Tidak
diketahui pasti kapan Abizar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir &
tinggal dekat jalur kafilah Mekkah, Syria. Riwayat hitam masa lalu Abizar, tak
lepas dari keberadaan keluarganya.
Abizar dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al Ghiffar saat itu.
Menjadikan aksi kekerasan & teror untuk mencapai tujuan, sebagai profesi
keseharian.
Itu sebabnya, Abizar yang semula bernama Jundab, juga dikenal
sebagai perampok besar yang sering melakukan aksi teror di negeri-negeri di
sekitarnya.
Kendati
demikian, Jundab pada dasarnya berhati baik. Kerusakan & derita korban yang
disebabkan aksinya, menjadi titik balik perjalanan hidupnya. Insyaf &
berhenti dari aksi jahatnya.
Bahkan,
tak saja ia menyesali perbuatan jahatnya itu, juga mengajak rekan-rekannya
mengikuti jejaknya. Tindakannya itu menimbulkan amarah besar sukunya, yang
memaksa Jundab meninggalkan tanah kelahirannya.
Bersama
ibu & saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed Atas, Arab
Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abizar mencari kebenaran.
Di Nejed Atas,
Abizar tak lama tinggal. Sekalipun banyak ide-idenya dianggap revolusioner, sehingga tak jarang mendapat tentangan dari masyarakat setempat.
Islam
Mendengar
datangnya Islam, Abizar pun berpikir tentang agama baru ini. Saat itu, ajaran
Nabi Muhammad ini telah mulai mengguncangkan kota Mekkah & membangkitkan
gelombang kemarahan, di seluruh Jazirah Arab.
Abizar
yang telah lama merindukan kebenaran, langsung tertarik kepada Rasulullah,
& ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia pergi ke Mekkah, & sekali-sekali
mengunjungi Ka'bah. Sebulan lebih lamanya ia mempelajari dengan seksama
perbuatan & ajaran Nabi.
Waktu
itu, masyarakat Mekkah dalam suasana saling bermusuhan.
Demikian
halnya dengan Ka'bah, masih dipenuhi berhala & sering dikunjungi para
penyembah berhala suku Quraisy. Sehingga menjadi tempat pertemuan yang populer.
Nabi juga datang ke sana, salat.
Seperti
yang diharapkan sejak lama, Abizar bertemu Nabi. Dan saat itulah ia memeluk
Islam. Dan menjadi salah seorang pejuang paling gigih & berani.
Bahkan
sebelum masuk Islam, ia sudah menentang pemujaan berhala. Dia berkata:
"Saya
sudah terbiasa bersembahyang sejak tiga tahun sebelum mendapat kehormatan
melihat Nabi Besar Islam."
Sejak saat itu, Abizar membaktikan dirinya
kepada Islam.
Islamnya
Abu Dzar
Diceritakan
oleh (Abu Jamra): Ibn Abbas r.a berkata pada kami: Maukah kalian aku ceritakan
kisah tentang masuk Islamnya Abu Dzar? Kami menjawab: "Ya"
Abu Dzar
berkata, "Aku adalah seorang pria dari kabilah Ghifar, Kami mendengar
bahwa ada seseorang mengaku nabi di Mekkah. Aku bilang pada seorang saudaraku,
'Pergilah
temui orang itu, bicaralah dengannya lalu kabarkanlah beritanya padaku'. Dia
pergi menjumpainya & kembali. Aku bertanya padanya, 'Ada kabar apa yang kau
bawa?', Dia berkata,
'Demi
Allah, aku melihat seorang pria mengajak pada hal-hal yang baik & melarang
hal-hal yang buruk', Aku berkata padanya, 'Kamu tidak memuaskan
keingin-tahuanku dengan keterangan yang hanya sedikit itu' .
Aku
mengambil kantung air & tongkat lalu menuju Mekkah. Aku tak tahu siapa
& seperti apa nabi itu, & akupun tak mau menanyakan hal itu pada
siapapun.
Aku terus minum air zam-zam & terus berdiam diri di sekitar
Ka'bah. Lalu Ali lewat di depanku, dia bertanya, 'Sepertinya anda orang asing
disini? 'Aku jawab 'Ya'.
Dia
mengajakku ke rumahnya, aku lalu mengikutinya. Dia tidak menanyakan apapun
padaku, Akupun tidak mengatakan apa-apa padanya.
Besok
paginya aku pergi lagi ke Ka'bah untuk menanyakan sang nabi pada orang-orang
disana, tapi tak seorangpun mengatakan sesuatu tentangnya. Ali kembali lewat di
hadapanku & bertanya,
'Adakah
seseorang yang belum juga menemukan tempat tinggalnya?', Aku bilang,'Tidak'.
Dia berkata,
'Kemari
mendekatlah padaku'. Dia bertanya,
'Anda
punya urusan apa disini? Apa yang membuat anda datang ke kota ini?'. Aku bilang
padanya,
'Jika
kamu bisa menjaga rahasiaku, maka aku akan mengatakannya ', Dia menjawab,
'Akan aku
lakukan'. Aku berkata padanya,
'Kami
mendengar bahwa ada seseorang di kota ini mengaku sebagai seorang nabi...aku
mengutus seorang saudaraku untuk bicara dengannya & waktu dia kembali, dia
membawa kabar yang tidak memuaskan. Jadi aku berpikir untuk bertemu dengannya
secara langsung'. Ali berkata,
'Tercapailah
sudah tujuanmu, Aku mau menemui dia sekarang, jadi ikutlah denganku &
kemanapun aku masuk, masuklah setelahku.
Jika aku menjumpai seseorang yang
mungkin akan menyusahkanmu, aku akan berdiri di dekat tembok berpura-pura
memperbaiki sepatuku (sebagai tanda peringatan) & anda harus segera pergi'.
Kemudian
Ali berjalan & aku mengikutinya sampai dia masuk ke suatu tempat & aku
masuk dengannya menemui sang nabi yang padanya aku berkata,
'Terangkanlah
hakekat Islam itu padaku'. Waktu dia menjelaskannya, aku langsung menyatakan
masuk Islam seketika itu juga.
Nabi
bersabda,
'Wahai Abu Dzar, simpanlah perkataanmu itu sebagai rahasiamu & pulanglah
ke daerah asalmu & apabila kamu mendengar kabar tentang kemenangan kami,
kembalilah temuilah kami'. Aku berkata,
'Demi Dia
Yang telah mengutus engkau dalam kebenaran, aku akan mengumumkan ke-Islamanku
secara terang-terangan di hadapan mereka (kaum musyrikin)'.
Abu Dzar pergi ke
Ka'bah, ketika banyak orang-orang Quraish berkumpul, lalu berseru,
'Hey,
Kalian orang-orang Quraish!
Aku bersaksi (Ashadu a lâ ilâha ill-Allah wa ashadu
anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu) Tiada Tuhan selain Allah & aku bersaksi
Muhammad itu hamba & rasul Allah!'.
(Mendengar hal itu) Orang-orang Quraish
itu berteriak,
'Tangkap
Sâbi itu (Muslim itu)! Mereka bangkit lalu memukuliku sampai hampir mati. Al
Abbas melihatku lalu menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku. Lalu
dia menghadapi mereka & berkata,
'Ada apa
dengan kalian ini! Apakah kalian mau membunuh seorang dari kabilah Ghifar?,
padahal selama ini kalian berdagang & berkomunikasi melewati daerah
kekuasaan mereka?!'
Mereka lalu meninggalkanku...
Besok
paginya aku kembali ke Ka'bah & berseru sama persis seperti yang aku
lakukan kemarin, mereka kembali berteriak,
'Tangkap
Sâbi itu (Muslim itu)!'. Lalu aku dipukuli (sampai hampir mati) sama seperti
kemarin, & kembali Al Abbas menemukan diriku & menabrakkan badannya ke
badanku untuk melindungiku, & dia berkata pada mereka sama seperti yang dia
lakukan kemarin.
Begitulah
kisah tentang masuk Islamnya Abu Dzar r.a (4:725-OB)
Menjadi
Sahabat Nabi
Mendapat
kepercayaan Nabi SAW, Abizar ditugaskan mengajarkan Islam di kalangan sukunya.
Meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya, misi Abizar tergolong sukses.
Bukan hanya ibu & saudara-saudaranya, hampir seluruh sukunya yang suka
merampok berhasil diislamkan. Itu pula yang mencatatkan dirinya sebagai salah
seorang penyiar Islam fase pertama & terkemuka.
Rasulullah
sendiri sangat menghargainya. Ketika dia meninggalkan Madinah untuk terjun
dalam "Perang pakaian compang-camping", dia diangkat sebagai imam
& administrator kota itu.
Saat akan meninggal dunia, Nabi memanggil Abizar.
Sambil memeluknya, Rasulullah berkata:
"Abizar akan tetap sama sepanjang hidupnya."
Ucapan
Nabi ternyata benar, Abizar tetap dalam kesederhanaan & sangat saleh.
Seumur hidupnya ia mencela sikap hidup kaum kapitalis, terutama pada masa
khalifah ketiga, Usman bin Affan, ketika kaum Quraisy hidup dalam gelimangan
harta.
Bagi
Abizar, masalah prinsip adalah masalah yang tak bisa ditawar-tawar. Itu
sebabnya, hartawan yang dermawan ini gigih mempertahankan prinsip egaliter
Islam.
Penafsirannya mengenai "Ayat Kanz" (tentang pemusatan
kekayaan), dalam surat At-Taubah, menimbulkan pertentangan pada masa pemerintahan
Usman, khalifah ketiga.
"Mereka
yang suka sekali menumpuk emas & perak & tidak memanfaatkannya di jalan
Allah, beritahukan mereka bahwa hukuman yang sangat mengerikan akan mereka
terima.
Pada hari
itu, kening, samping & punggung mereka akan dicap dengan emas & perak
yang dibakar sampai merah, panasnya sangat tinggi, & tertulis:
Inilah apa
yang telah engkau kumpulkan untuk keuntunganmu. Sekarang rasakan hasil yang
telah engkau himpun."
Atas
dasar pemahamannya inilah, Abizar menentang keras ide menumpuk harta kekayaan
& menganggapnya sebagai bertentangan dengan semangat Islam. Soal ini,
sedikit pun Abizar tak mau kompromi dengan kapitalisme di kalangan kaum
Muslimin di Syria yang diperintah Muawiyah, saat itu.
Menurutnya,
sebagaimana dikutip dalam buku Tokoh-tokoh Islam yang Diabadikan Al-Quran,
merupakan kewajiban Muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada
saudara-saudaranya yang miskin.
Untuk
memperkuat pendapatnya itu, Abizar mengutip peristiwa masa Nabi: "Suatu
hari, ketika Nabi Besar sedang berjalan bersama-sama Abizar, terlihat
pegunungan Ohad.
Nabi
berkata kepada Abizar,
'Jika aku mempunyai emas seberat pegunungan yang jauh
itu, aku tidak perlu melihatnya & memilikinya kecuali bila diharuskan
membayar utang-utangku. Sisanya akan aku bagi-bagikan kepada hamba
Allah'."
Pelayan
Dhuafa & Pelurus Penguasa
Semasa
hidupnya, Abizar Al Ghifary sangat dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa.
Kepedulian terhadap golongan fakir ini, bahkan menjadi sikap hidup &
kepribadian Abizar. Sudah menjadi kebiasaan penduduk Ghiffar pada masa
jahiliyah merampok kafilah yang lewat.
Abizar
sendiri, ketika belum Islam, kerap kali merampok orang-rang kaya. Namun
hasilnya dibagi-bagikan kepada kaum dhuafa. Kebiasaan itu berhenti begitu
menyatakan diri masuk agama terakhir ini.
Prinsip
hidup sederhana & peduli terhadap kaum miskin itu tetap ia pegang di tempat
barunya, di Syria. Namun di tempat baru ini, ia menyaksikan gubernur Muawiyah
hidup bermewah-mewah. Ia malahan memusatkan kekuasaannya dengan bantuan kelas
yang mendapat hak istimewa, & dengan itu mereka telah menumpuk harta secara
besar-besaran.
Ajaran
egaliter Abizar membangkitkan massa melawan penguasa & kaum borjuis itu.
Keteguhan prinsipnya itu membuat Abizar sebagai 'duri dalam daging' bagi
penguasa setempat.
Ketika Muawiyah
membangun istana hijaunya, Al Khizra, salah satu ahlus shuffah (sahabat Nabi
SAW yang tinggal di serambi Masjid Nabawi) ini mengkritik khalifah,
"Kalau
Anda membangun istana ini dari uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan
uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda sendiri, berarti Anda
melakukan 'israf' (pemborosan)."
Muawiyah hanya terpesona & tidak
menjawab peringatan itu.
Muawiyah
berusaha keras, agar Abizar tidak meneruskan ajarannya. Tapi penganjur
egaliterisme itu tetap pada prinsipnya. Muawiyah kemudian mengatur sebuah
diskusi antara Abizar & ahli-ahli agama. Sayang, pendapat para ahli itu
tidak mempengaruhinya.
Muawiyah
melarang rakyat berhubungan atau mendengarkan pengajaran salah satu sahabat
yang ikut dalam penaklukan Mesir, pada masa khalifah Umar bin Khattab ini.
Kendati demikian, rakyat tetap berduyun-duyun meminta nasihatnya.
Akhirnya
Muawiyah mengadu kepada khalifah Usman. Ia mengatakan bahwa Abizar mengajarkan
kebencian kelas di Syria, hal yang dianggapnya dapat membawa akibat yang
serius.
Keberanian
& ketegasan sikap Abizar ini mengilhami tokoh-tokoh besar selanjutnya,
seperti Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, & lainnya. Karena
itulah, tak berlebihan jika sahabat Ali r.a, pernah berkata:
"Saat
ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada
semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun
bukan yang terkecuali." [wikipedia]
bagus sekali. sip gan
BalasHapus