Jumat, 27 Desember 2013

Abu Dzar Al-Ghifari, Sahabat Nabi Pembela Duafa

["Saat ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun bukan yang terkecuali."]


Abu Dzar berasal dari suku Ghifar. Suku yang dikenal sebagai penyamun, pada masa sebelum Islam.

Ia memeluk Islam dengan sukarela. Ia salah satu sahabat terdahulu memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Muhammad SAW langsung ke Mekkah, menyatakan keislamannya.

Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah meneriakkan, bahwa ia seorang Muslim. Hingga ia dipukuli oleh suku Quraisy.

Atas bantuan Abbas bin Abdul Muthalib, ia dibebaskan dari suku Quraisy. Setalah suku Quraisy mengetahui bahwa, orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar. Ia mengikuti hampir seluruh pertempuran-pertempuran selama Nabi Muhammad hidup.

Orang-orang yang masuk Islam melalui dia, adalah : Ali-al-Ghifari, Anis al-Ghifari, Ramlah al-Ghifariyah.

Dia dikenal sangat setia kepada Rasulullah. Kesetiaan itu misalnya dibuktikan sosok sederhana ini dalam satu perjalanan pasukan Muslim, menuju medan Perang Tabuk. Melawan kekaisaran Bizantium

Karena keledainya lemah, ia rela berjalan kaki seraya memikul bawaannya. Saat itu sedang terjadi puncak musim panas yang sangat menyayat.

Dia keletihan & roboh di hadapan Nabi SAW. Namun Rasulullah heran kantong airnya masih penuh. Setelah ditanya mengapa dia tidak minum airnya, tokoh yang juga kerap mengkritik penguasa semena-mena ini mengatakan,

"Di perjalanan saya temukan mata air. Saya minum air itu sedikit & saya merasakan nikmat. Setelah itu, saya bersumpah tak akan minum air itu lagi sebelum Nabi SAW meminumnya."

Dengan rasa haru, Rasulullah berujar, 

"Engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian, & engkau akan meninggal dalam kesendirian. Tapi serombongan orang dari Irak yang saleh kelak akan mengurus pemakamanmu."

Abu Dzar Al Ghifary, sahabat setia Rasulullah itu, mengabdikan sepanjang hidupnya untuk Islam.

Sebelum Islam
Tidak diketahui pasti kapan Abizar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir & tinggal dekat jalur kafilah Mekkah, Syria. Riwayat hitam masa lalu Abizar, tak lepas dari keberadaan keluarganya.

Abizar dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al Ghiffar saat itu. Menjadikan aksi kekerasan & teror untuk mencapai tujuan, sebagai profesi keseharian. 

Itu sebabnya, Abizar yang semula bernama Jundab, juga dikenal sebagai perampok besar yang sering melakukan aksi teror di negeri-negeri di sekitarnya.

Kendati demikian, Jundab pada dasarnya berhati baik. Kerusakan & derita korban yang disebabkan aksinya, menjadi titik balik perjalanan hidupnya. Insyaf & berhenti dari aksi jahatnya.

Bahkan, tak saja ia menyesali perbuatan jahatnya itu, juga mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya itu menimbulkan amarah besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah kelahirannya.

Bersama ibu & saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed Atas, Arab Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abizar mencari kebenaran. 

Di Nejed Atas, Abizar tak lama tinggal. Sekalipun banyak ide-idenya dianggap revolusioner, sehingga tak jarang mendapat tentangan dari masyarakat setempat.

Islam
Mendengar datangnya Islam, Abizar pun berpikir tentang agama baru ini. Saat itu, ajaran Nabi Muhammad ini telah mulai mengguncangkan kota Mekkah & membangkitkan gelombang kemarahan, di seluruh Jazirah Arab.

Abizar yang telah lama merindukan kebenaran, langsung tertarik kepada Rasulullah, & ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia pergi ke Mekkah, & sekali-sekali mengunjungi Ka'bah. Sebulan lebih lamanya ia mempelajari dengan seksama perbuatan & ajaran Nabi.

Waktu itu, masyarakat Mekkah dalam suasana saling bermusuhan.

Demikian halnya dengan Ka'bah, masih dipenuhi berhala & sering dikunjungi para penyembah berhala suku Quraisy. Sehingga menjadi tempat pertemuan yang populer. Nabi juga datang ke sana, salat.

Seperti yang diharapkan sejak lama, Abizar bertemu Nabi. Dan saat itulah ia memeluk Islam. Dan menjadi salah seorang pejuang paling gigih & berani.

Bahkan sebelum masuk Islam, ia sudah menentang pemujaan berhala. Dia berkata:

"Saya sudah terbiasa bersembahyang sejak tiga tahun sebelum mendapat kehormatan melihat Nabi Besar Islam." 

Sejak saat itu, Abizar membaktikan dirinya kepada Islam.

Islamnya Abu Dzar
Diceritakan oleh (Abu Jamra): Ibn Abbas r.a berkata pada kami: Maukah kalian aku ceritakan kisah tentang masuk Islamnya Abu Dzar? Kami menjawab: "Ya"

Abu Dzar berkata, "Aku adalah seorang pria dari kabilah Ghifar, Kami mendengar bahwa ada seseorang mengaku nabi di Mekkah. Aku bilang pada seorang saudaraku,

'Pergilah temui orang itu, bicaralah dengannya lalu kabarkanlah beritanya padaku'. Dia pergi menjumpainya & kembali. Aku bertanya padanya, 'Ada kabar apa yang kau bawa?', Dia berkata,

'Demi Allah, aku melihat seorang pria mengajak pada hal-hal yang baik & melarang hal-hal yang buruk', Aku berkata padanya, 'Kamu tidak memuaskan keingin-tahuanku dengan keterangan yang hanya sedikit itu' .

Aku mengambil kantung air & tongkat lalu menuju Mekkah. Aku tak tahu siapa & seperti apa nabi itu, & akupun tak mau menanyakan hal itu pada siapapun. 

Aku terus minum air zam-zam & terus berdiam diri di sekitar Ka'bah. Lalu Ali lewat di depanku, dia bertanya, 'Sepertinya anda orang asing disini? 'Aku jawab 'Ya'.

Dia mengajakku ke rumahnya, aku lalu mengikutinya. Dia tidak menanyakan apapun padaku, Akupun tidak mengatakan apa-apa padanya.

Besok paginya aku pergi lagi ke Ka'bah untuk menanyakan sang nabi pada orang-orang disana, tapi tak seorangpun mengatakan sesuatu tentangnya. Ali kembali lewat di hadapanku & bertanya,

'Adakah seseorang yang belum juga menemukan tempat tinggalnya?', Aku bilang,'Tidak'. Dia berkata,

'Kemari mendekatlah padaku'. Dia bertanya,
'Anda punya urusan apa disini? Apa yang membuat anda datang ke kota ini?'. Aku bilang padanya,

'Jika kamu bisa menjaga rahasiaku, maka aku akan mengatakannya ', Dia menjawab,
'Akan aku lakukan'. Aku berkata padanya,

'Kami mendengar bahwa ada seseorang di kota ini mengaku sebagai seorang nabi...aku mengutus seorang saudaraku untuk bicara dengannya & waktu dia kembali, dia membawa kabar yang tidak memuaskan. Jadi aku berpikir untuk bertemu dengannya secara langsung'. Ali berkata,

'Tercapailah sudah tujuanmu, Aku mau menemui dia sekarang, jadi ikutlah denganku & kemanapun aku masuk, masuklah setelahku. 

Jika aku menjumpai seseorang yang mungkin akan menyusahkanmu, aku akan berdiri di dekat tembok berpura-pura memperbaiki sepatuku (sebagai tanda peringatan) & anda harus segera pergi'.

Kemudian Ali berjalan & aku mengikutinya sampai dia masuk ke suatu tempat & aku masuk dengannya menemui sang nabi yang padanya aku berkata,

'Terangkanlah hakekat Islam itu padaku'. Waktu dia menjelaskannya, aku langsung menyatakan masuk Islam seketika itu juga.

Nabi bersabda,

'Wahai Abu Dzar, simpanlah perkataanmu itu sebagai rahasiamu & pulanglah ke daerah asalmu & apabila kamu mendengar kabar tentang kemenangan kami, kembalilah temuilah kami'. Aku berkata,

'Demi Dia Yang telah mengutus engkau dalam kebenaran, aku akan mengumumkan ke-Islamanku secara terang-terangan di hadapan mereka (kaum musyrikin)'. 

Abu Dzar pergi ke Ka'bah, ketika banyak orang-orang Quraish berkumpul, lalu berseru,

'Hey, Kalian orang-orang Quraish! 

Aku bersaksi (Ashadu a lâ ilâha ill-Allah wa ashadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu) Tiada Tuhan selain Allah & aku bersaksi Muhammad itu hamba & rasul Allah!'. 

(Mendengar hal itu) Orang-orang Quraish itu berteriak,

'Tangkap Sâbi itu (Muslim itu)! Mereka bangkit lalu memukuliku sampai hampir mati. Al Abbas melihatku lalu menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku. Lalu dia menghadapi mereka & berkata,

'Ada apa dengan kalian ini! Apakah kalian mau membunuh seorang dari kabilah Ghifar?, padahal selama ini kalian berdagang & berkomunikasi melewati daerah kekuasaan mereka?!'

Mereka lalu meninggalkanku...

Besok paginya aku kembali ke Ka'bah & berseru sama persis seperti yang aku lakukan kemarin, mereka kembali berteriak,

'Tangkap Sâbi itu (Muslim itu)!'. Lalu aku dipukuli (sampai hampir mati) sama seperti kemarin, & kembali Al Abbas menemukan diriku & menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku, & dia berkata pada mereka sama seperti yang dia lakukan kemarin.

Begitulah kisah tentang masuk Islamnya Abu Dzar r.a (4:725-OB)

Menjadi Sahabat Nabi
Mendapat kepercayaan Nabi SAW, Abizar ditugaskan mengajarkan Islam di kalangan sukunya. Meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya, misi Abizar tergolong sukses. 

Bukan hanya ibu & saudara-saudaranya, hampir seluruh sukunya yang suka merampok berhasil diislamkan. Itu pula yang mencatatkan dirinya sebagai salah seorang penyiar Islam fase pertama & terkemuka.

Rasulullah sendiri sangat menghargainya. Ketika dia meninggalkan Madinah untuk terjun dalam "Perang pakaian compang-camping", dia diangkat sebagai imam & administrator kota itu. 

Saat akan meninggal dunia, Nabi memanggil Abizar. Sambil memeluknya, Rasulullah berkata: 

"Abizar akan tetap sama sepanjang hidupnya."

Ucapan Nabi ternyata benar, Abizar tetap dalam kesederhanaan & sangat saleh. Seumur hidupnya ia mencela sikap hidup kaum kapitalis, terutama pada masa khalifah ketiga, Usman bin Affan, ketika kaum Quraisy hidup dalam gelimangan harta.

Bagi Abizar, masalah prinsip adalah masalah yang tak bisa ditawar-tawar. Itu sebabnya, hartawan yang dermawan ini gigih mempertahankan prinsip egaliter Islam. 

Penafsirannya mengenai "Ayat Kanz" (tentang pemusatan kekayaan), dalam surat At-Taubah, menimbulkan pertentangan pada masa pemerintahan Usman, khalifah ketiga.

"Mereka yang suka sekali menumpuk emas & perak & tidak memanfaatkannya di jalan Allah, beritahukan mereka bahwa hukuman yang sangat mengerikan akan mereka terima.

Pada hari itu, kening, samping & punggung mereka akan dicap dengan emas & perak yang dibakar sampai merah, panasnya sangat tinggi, & tertulis: 

Inilah apa yang telah engkau kumpulkan untuk keuntunganmu. Sekarang rasakan hasil yang telah engkau himpun."

Atas dasar pemahamannya inilah, Abizar menentang keras ide menumpuk harta kekayaan & menganggapnya sebagai bertentangan dengan semangat Islam. Soal ini, sedikit pun Abizar tak mau kompromi dengan kapitalisme di kalangan kaum Muslimin di Syria yang diperintah Muawiyah, saat itu.

Menurutnya, sebagaimana dikutip dalam buku Tokoh-tokoh Islam yang Diabadikan Al-Quran, merupakan kewajiban Muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada saudara-saudaranya yang miskin.

Untuk memperkuat pendapatnya itu, Abizar mengutip peristiwa masa Nabi: "Suatu hari, ketika Nabi Besar sedang berjalan bersama-sama Abizar, terlihat pegunungan Ohad.

Nabi berkata kepada Abizar, 

'Jika aku mempunyai emas seberat pegunungan yang jauh itu, aku tidak perlu melihatnya & memilikinya kecuali bila diharuskan membayar utang-utangku. Sisanya akan aku bagi-bagikan kepada hamba Allah'."

Pelayan Dhuafa & Pelurus Penguasa
Semasa hidupnya, Abizar Al Ghifary sangat dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa. Kepedulian terhadap golongan fakir ini, bahkan menjadi sikap hidup & kepribadian Abizar. Sudah menjadi kebiasaan penduduk Ghiffar pada masa jahiliyah merampok kafilah yang lewat.

Abizar sendiri, ketika belum Islam, kerap kali merampok orang-rang kaya. Namun hasilnya dibagi-bagikan kepada kaum dhuafa. Kebiasaan itu berhenti begitu menyatakan diri masuk agama terakhir ini.

Prinsip hidup sederhana & peduli terhadap kaum miskin itu tetap ia pegang di tempat barunya, di Syria. Namun di tempat baru ini, ia menyaksikan gubernur Muawiyah hidup bermewah-mewah. Ia malahan memusatkan kekuasaannya dengan bantuan kelas yang mendapat hak istimewa, & dengan itu mereka telah menumpuk harta secara besar-besaran.

Ajaran egaliter Abizar membangkitkan massa melawan penguasa & kaum borjuis itu. Keteguhan prinsipnya itu membuat Abizar sebagai 'duri dalam daging' bagi penguasa setempat.

Ketika Muawiyah membangun istana hijaunya, Al Khizra, salah satu ahlus shuffah (sahabat Nabi SAW yang tinggal di serambi Masjid Nabawi) ini mengkritik khalifah,

"Kalau Anda membangun istana ini dari uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda sendiri, berarti Anda melakukan 'israf' (pemborosan)." 

Muawiyah hanya terpesona & tidak menjawab peringatan itu.

Muawiyah berusaha keras, agar Abizar tidak meneruskan ajarannya. Tapi penganjur egaliterisme itu tetap pada prinsipnya. Muawiyah kemudian mengatur sebuah diskusi antara Abizar & ahli-ahli agama. Sayang, pendapat para ahli itu tidak mempengaruhinya.

Muawiyah melarang rakyat berhubungan atau mendengarkan pengajaran salah satu sahabat yang ikut dalam penaklukan Mesir, pada masa khalifah Umar bin Khattab ini. Kendati demikian, rakyat tetap berduyun-duyun meminta nasihatnya.

Akhirnya Muawiyah mengadu kepada khalifah Usman. Ia mengatakan bahwa Abizar mengajarkan kebencian kelas di Syria, hal yang dianggapnya dapat membawa akibat yang serius.

Keberanian & ketegasan sikap Abizar ini mengilhami tokoh-tokoh besar selanjutnya, seperti Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, & lainnya. Karena itulah, tak berlebihan jika sahabat Ali r.a, pernah berkata:

"Saat ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun bukan yang terkecuali." [wikipedia]

1 komentar:

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi