Kamis, 25 Februari 2016

Doa Mustajab, Saad bin Abi Waqqash


Saad bin Abi Waqqash, salah seorang sahabat yang paling awal memeluk Islam. Hanya beberapa orang sahabat saja yang mendahuluinya. Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, & Zaid bin Haritsah r.a. Ia menjadi tokoh utama di kalangan sahabat. Termasuk 10 orang yang diberi kabar gembira, sebagai penghuni surga.

Nasab

Keluarga memiliki peran penting, dalam pembentukan karakter seseorang. Ayah Saad adalah anak dari seorang pembesar bani Zuhrah. Namanya Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Adnan, adalah keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim a.s.
Malik, ayah Saad, adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah SAW. Malik juga merupakan paman Hamzah bin Abdul Muthalib & Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Sehingga nasab Saad termasuk nasab yang terhormat & mulia. Memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi SAW.
Ibunya, adalah Hamnah binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Ketika Rasulullah SAW sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, beliau memuji & mencandai Saad dengan mengatakan:
“Ini pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan pamannya kepadaku.” [HR. al-Hakim 6113 & at-Tirmidzi 3752. At-Tirmidzi mengatakan hadist ini hasan].
Masa Pertumbuhan
Saad dilahirkan di Mekah, 23 tahun sebelum hijrah. Ia tumbuh & terdidik di lingkungan Quraisy. Bergaul bersama para pemuda Quraisy & pemimpin-pemimpin Arab.
Sejak kecil, Saad gemar memanah & membuat busur panah sendiri. Kedatangan jamaah haji ke Mekah menambah pengetahuannya tentang dunia luar. Dari mereka ia mengenal bahwa dunia itu tidak sama & seragam.
Memeluk Islam
Saad mengenal Islam sejak lahir, sebuah karunia yang besar. Berbeda bagi mereka yang mengenal Islam di tengah jalannya usia. Tentu lebih sulit. Banyak batu sandungan & pemikiran yang membingungkan.
Saad bin Waqqash memeluk Islam saat berusia 17. Ia menyaksikan masa jahiliyah. Abu Bakar ash-Shiddiq berperan besar mengenalkannya kepada agama tauhid ini. Ia menyatakan keislamannya bersama orang yang didakwahi Abu Bakar: Utsman bin Affan, Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, & Thalhah bin Ubaidillah. Hanya 3 orang yang mendahului keislaman mereka.
Dipaksa 
Ketika Saad bin Abi Waqqash memeluk Islam, menerima risalah kerasulan Muhammad SAW, & meninggalkan agama nenek moyangnya. Ibunya, sangat menentangnya. Sang ibu ingin agar putranya kembali satu keyakinan bersamanya. Menyembah berhala & melestarikan ajaran leluhur.
Ibunya mogok makan & minum, menarik simpati putranya yang sangat menyayanginya. Ia baru akan makan & minum kalau Saad meninggalkan Islam.
Setelah beberapa lama, kondisi ibu Saad mengkhawatirkan. Keluarganya pun memanggil Saad & memperlihatkan keadaan ibunya yang sekarat. Pertemuan ini seolah-olah hari perpisahan jelang kematian. Keluarganya berharap Saad iba kepada ibunda.
Saad menyaksikan kondisi ibunya yang begitu menderita. Namun keimanannya kepada Allah & Rasul-Nya berada di atas segalanya. Ia berkata:
“Ibu… demi Allah, seandainya ibu mempunyai 100 nyawa. Lalu satu per satu nyawa itu binasa. Aku tidak akan meninggalkan agama ini sedikit pun. Makanlah wahai ibu.. jika ibu menginginkannya. Jika tidak, itu juga pilihan ibu”.
Ibunya pun menghentikan mogok makan & minum. Ia sadar, kecintaan anaknya terhadap agamanya tidak akan berubah dengan aksi mogok yang ia lakukan. Berkaitan dengan persitiwa ini, Allah pun menurunkan sebuah ayat yang membenarkan sikap Saad bin Abi Waqqash.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, & pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, & ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [QS: Luqman: 15].
Doanya Tidak Tertolak
Saad bin Abi Waqqash adalah seorang sahabat Rasulullah SAW yang memiliki doa yang manjur & mustajab. Rasulullah SAW meminta kepada Allah SWT, agar doa Saad menjadi doa yang mustajab tidak tertolak. Beliau bersabda:
“Ya Allah, tepatkan lemparan panahnya & kabulkanlah doanya.” [HR. al-Hakim, 3/ 500].
Doa Rasulullah SAW ini menjadikan Saad seorang prajurit pemanah yang hebat & ahli ibadah yang terkabul doanya.
Mujahid
Saad bin Abi Waqqash adalah orang pertama dalam Islam yang melemparkan anak panah di jalan Allah. Ia juga satu-satunya orang yang Rasulullah pernah menyebutkan kata “tebusan” untuknya. Seperti dalam sabda beliau dalam Perang Uhud:
“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah & ibuku.” [ HR. at-Tirmidzi, no. 3755].
Ali bin Abi Thalib r.a mengatakan,
“Aku tidak pernah mendengar Rasulullah menebus seseorang dengan ayah & ibunya kecuali Saad. Sungguh dalam Perang Uhud aku mendengar Rasulullah mengatakan,
“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah & ibuku.”” [HR. at-Tirmidzi, no. 3755].
Saad sangat merasa terhormat dengan motivasi Rasulullah ini.
Di antara keistimewaan lain, diri Saad bin Abi Waqqash termasuk penunggang kuda yang paling berani di kalangan bangsa Arab & kaum muslimin. Ia memiliki 2 senjata yang luar biasa. Panah & doa.
Peperangan besar yang pernah ia pimpin, adalah Perang Qadisiyah. Perang legendaris, antara bangsa Arab Islam melawan Majusi Persia. 3000 pasukan kaum muslimin berhadapan dengan 100.000 lebih pasukan negara adidaya Persia. Prajurit Persia dipimpin panglima Rustum. Melalui Saad lah, Allah memberi kemanangan kepada kaum muslimin atas Persia.
Umar Mengakui Amanahnya
Umar bin al-Khattab r.a pernah mengamanahi Saad jabatan gubernur Irak. Sebuah wilayah besar & penuh gejolak. Suatu ketika rakyat Irak mengadukannya kepada Umar. Mereka menuduh Saad bukanlah orang yang bagus dalam shalatnya. 
Permasalahan shalat, bukanlah masalah ringan bagi orang-orang yang mengetahui kedudukannya. Umar pun merespon, dengan memanggil Saad ke Madinah.
Mendengar laporan tersebut, Saad tertawa. Kemudian ia menanggapi tuduhan tersebut dengan mengatakan,
“Demi Allah, sungguh aku shalat bersama mereka seperti shalatnya Rasulullah. Kupanjangkan 2 rakaat awal & mempersingkat 2 rakaat terakhir”.
Mendengar klarifikasi Saad, Umar memintanya kembali ke Irak. Akan tetapi Saad mengatakan:
“Apakah engkau memerintahkanku kembali kepada kaum yang menuduhku tidak beres dalam shalat?” Saad lebih senang tinggal di Madinah & Umar mengizinkannya.
Ketika Umar ditikam, sebelum wafat ia memerintahkan 6 orang sahabat yang diridhai Nabi, salah satunya Saad- untuk bermusyawarah memilih khalifah penggantinya. Umar berkata:
“Jika yang terpilih adalah Saad, maka dialah orangnya. Jika selainnya, hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Saad”.
Perselisihan Antara Ali & Muawiyah
Saad bin Abi Waqqash menjumpai perselisihan besar yang terjadi kaum muslimin. Antara Ali bin Abi Thalib & Muawiyah bin Abi Sufyan, r.a. Saad tidak memihak kelompok manapun. Ia juga memerintahkan keluarga & anak-anaknya, untuk tidak mengabarkan berita apapun kepadanya.
Keponakannya, Hisyam bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata kepadanya,
“Wahai paman, ini adalah 100.000 pedang (pasukan) yang menganggap Andalah yang berhak menjadi khalifah”.
Saad menjawab, “Aku ingin dari 100.000 pedang tersebut satu pedang saja. Jika aku memukul seorang mukmin dengan pedang itu, maka ia tidak membahayakan. Jika dipakai untuk memukul orang kafir (berjihad), maka ia mematikan”.
Mendengar itu, Hisyam paham.Pamannya sama sekali tidak ingin ambil bagian dalam permasalahan ini. Ia pun pergi.
Wafat
Saad bin Abi Waqqash termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga dianugerahi Allah SWT harta yang banyak. Namun ketika akhir hayatnya, ia mengenakan pakaian dari wol. Jenis kain yang dikenal murah kala itu.
“Kafani aku dengan kain ini, karena pakaian inilah yang aku pakai saat memerangi orang-orang musyrik di Perang Badar”.
Saad wafat pada tahun 55 H.
Ia adalah kaum muhajirin yang paling akhir wafatnya. Semoga Allah meridhainya. [Nurfitri Hadi – KisahMuslim]

0 komentar:

Posting Komentar

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi