Selasa, 06 Maret 2012

Muhammad Reynold Hamdani : Gagal Meneruskan Cita-cita



Journey to Islam Oleh : Redaksi 07 Aug 2005 - 2:22 pm

Hidayah Islam tak kenal usia & waktu. Jika Allah menghendaki, tak ada yang tak mungkin. Kendati belia, Reynold telah menemukan kebenaran Islam. Omanya mengharapkan cucu kesayangannya itu mengikuti jejaknya, menjadi pendeta. Allah berkehendak lain. Usia muda tak menghalangi bersikap
kritis. Reynold Hamdani, lelaki kelahiran 11 Mei 1981, sejak SMR sudah bertanya tentang Tuhan, Ia punya segudang pertanyaan tentang Tuhan sebenar-benar Tuhan. Tuhan yang diterima secara logika, bukan konsep Tuhan yang membuat bingung & gelisah.

Menceritakan perjalanan rohaninya, Reynold datang ke redaksi Amanah, wawancara. Kampusnya tak jauh dari kantor Amanah. "Usai wawancara, saya bisa langsung meluncur ke kampus, kuliah," ujar Reynold saat membuka percakapan. Berikut penuturan Reynold usai shalat Ashar:

Awal ketertarikan saya pada Islam, sebetulnya karena peran mama (Yetty Pangau) yang lebih dahulu Islam. Sebagai keturunan Tionghoa, keluarga penganut Kristen Pantekosta taat, kecuali papa. Oma & opa saya, pendeta.

Saya anak ketiga dari 4 bersaudara. Dibanding yang lain, saya yang paling dekat oma (Theresia Pangau). Mengingat, sejak kecil, saya sering tinggal di rumah oma ketimbang mama-papa. Dekatnya rumah oma dengan gereja, membuat saya banyak menghabiskan waktu di gereja. Dalam keseharian, Oma adalah orang yang paling berperan dalam mendidik iman Kristiani saya. Oma pula, yang melatih berpikir kritis tentang segala hal. Di sekolah minggu, saya sudah biasa memimpin, & bercerita kepada anak-anak tentang Al Kitab.

Keinginan oma, kelak saya menjadipendeta. Oma terus mendorong agar masuk sekolah khusus pendeta di Surabaya, setelah lulus SD nanti. Didikan oma agar berpikir kritis, akhirnya berbalik: mengkritisi dogma Kristen yang saya terima dari oma.

Bagaimana pun, oma adalah orang yang sangat saya sayangi. Begitu juga oma. Dari kedekatan emosional dengan oma, membuat shock, ketika oma meninggal dunia (tahun 1992). Saat menyaksikan tubuh oma rebah tanpa nyawa, sempat tidak bisa berjalan,. Meninggalnya oma, saya kehilangan orang yang saya cintai, & yang mencintai saya.

Namun, di balik meninggalnya oma, ternyata Tuhan punya rencana & kehendak lain. Semula oma mengharapkan melanjutkan jejaknya, tak pernah terwujud. Oma meninggal, saya justru mempelajari Islam. Bahkan memeluk Islam. Saya berpikir, kalau saja oma masih hidup, boleh jadi saya akan memantapkan keinginannya menjadi pendeta. Atau sangat membenci, karena menanggalkan iman Kristiani.

Pada tahun yang sama, selang beberapa hari wafatnya, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (BPPS), tempat saya kebaktian & sekolah minggu di bilangan Tanjung Perak digusur. Sejak itu, praktis tidak ke gereja lagi.
Benci Mama
Setelah wafatnya oma, Reynold tinggal bersama mama-papanya. Ketimbang papanya, ia lebih dekat mamanya. Reynold banyak meluangkan waktu bersama mamanya. Semula Reynold tidak tahu, mamanya diam-diam telah Islam. Hebatnya, sang mama pandai menyembunyikan kerahasiannya, kepada keluarga beberapa tahun. Suatu ketika, Reynold memergoki mamanya shalat di rumah tetangga. Begitu kepergok, Reynold mulai mencari tahu, ihwal sang mama tertarik Islam. Berikut penuturannya:

Begitu saya memergoki mama sedang shalat di rumah tetangga, spontan saya bertanya pada mama. Kenapa mama masuk Islam? Lalu dijawab mama, "Mama mimpi berteriak Allahu Akbar. Mimpi itu bukan hanya datang sekali, tetapi beberapa kali. Mama pikir, mungkin ini sudah panggilan memeluk Islam." Singkat cerita, mama menjadi Muslimah.

Mendengar pengakuan mama, saya betul-betul marah & benci. Bagaimana tidak marah, selama ini mengajarkan doktrin gereja tentang konsep ketuhanan Yesus, mama justru bertolak belakang. Sebelum meninggalkan mama, tetangga saya yang Muslim menganjurkan saya mempelajari Islam, katanya: Apa benar Yesus itu Tuhan. Bukankah Yesus itu manusia biasa. Karena itu, terlalu tinggi kalau Yesus dijadikan Tuhan.

Sekalipun marah & pergi meninggalkan mama, tapi marahnya, menyimpan banyak pertanyaan. Berbekal sikap kritis yang diajarkan oma, mulai mengkritisi ajaran Kristiani. Sesampai di rumah, dalam keadaan gelisah, saya banyak bertanya dalam hati. "Kenapa mama masuk islam? Ada apa dengan Islam?"
Ke Toko Buku Islam
Saya renungkan konsep ketuhanan, tak sadar saya melontarkan pertanyaan nakal, yang tak seharusnya dilontarkan kepada diri sendiri. Dalam hati kecil, saya berkata: secara logika, saat Yesus disalib, dihina, diludahi, sebetulnya di mana sebenarnya letak ketuhanan Yesus? Seharusnya, Tuhan tidak layak diperlakukan seperti itu.

Mencari jawaban pertanyaan, diam-diam ke toko buku Islam di Sarinah, Jakarta dengan hati dag dig dug. Saat itu, saya cari buku yang berhubungan dengan pertanyaan tentang konsep Tuhan. Kebetulan, saya menemukan buku berjudul "Bibel dalam Timbangan". Saya menemui jawaban pertanyaan saya selama ini. Saya beli, saya baca isinya sampai habis. Juga membuka tafsir Al Our'an & Al Kitab dipelajari & dibandingkan.

Mama tidak tahu, saya sedang mempelajari Islam diam-diam. Tujuan mempelajari Islam, awalnya adalah agar bisa menyerang balik mama tentang Islam. Ingin mengcounter mama. Belum saya mengcounter, iman Kristiani saya justru goyah. Terlebih, ketika membuka ayat Al Qur'an tentang keesaan Tuhan. Dari situ, entah kenapa, saya seperti diyakinkan, Tuhan itu Esa. Yesus itu hanyalah perantara atau messenger (utusan), yang menghantarkan manusia menuju Tuhan.

Secara logika, saya juga berpikir, Tuhan itu tidak ada perantara. Yesus hanyalah utusan saja, yang mengajak kita mengenal Tuhan. Saya menyadari, ternyata Islam menjelaskan konsep ketuhanan lebih gampang, ketimbang Kristen. Dalam kurun waktu setahun, saya betul-betul mempeiajari Islam, & mencari hakikat Tuhan yang sejati.

Sebelum masuk Islam, mama mengajak saya ke Yayasan Islam Haji Kariem Oei, sebuah komunitas Tionghoa Muslim, di Sawah Besar, Jakarta. Setiap minggu, mama selalu ke sana. Anehnya, saya menurut saja. Di Yayasan Karim Oei itulah, saya berkenalan dengan banyak keiuarga Tionghoa Muslim.

Dalam pandangan Tionghoa non-Muslim, Islam adalah agama yang rendah, terbelakang, & menakutkan. Padahal, sebetulnya, bukan Islamnya yang rendah, tapi umatnya yang merendahkan diri. Di Karim Oei, ada upaya menjembatani antara pribumi dengan keturunan Tionghoa soal terjadinya misinformasi. Di Yayasan inilah, disampaikan syiar di kalangan Cina non-Muslim, tentang ajaran Islam yang indah, sejuk, & bermartabat.

Kenapa ke Karim Oei? Karena, biasanya kaum Tionghoa merasa nyaman, bila berada di lingkungan & budaya yang sama, yakni keturunan Tionghoa. Saya sendiri merasa nyambung dalam berkomunikasi, & seperti di rumah sendiri.

Ketika dibentuk wadah remaja Islam bernama Hirko (Himpunan Remaja Islam Karim Oei) tahun 1995, saya terlibat di dalamnya. Waktu itu saya belum Islam, lucunya malah ikut-ikutan. Akhirnya, tahun 1996 saya memutuskan masuk Islam. Sebelum mengucapkan 2 kalimat syahadat di rumah Hartono, mantan KASAD dibimbing oleh Imam Besar Al Aznar (tepat bulan Ramadhan), saya lebih dulu memberi tahu mama. Kata saya, "Ma, saya mau masuk Islam." Ah betul nih? tanya mama. "Betul! Sudah setahun saya mempelajari Islam, Ma," jawab saya.

Tahun pertama masuk islam, baik-baik saja, setelah itu, teman dekat menjauh. Lebih menyakitkan lagi, saya didiamkan teman-teman 1 kelas, termasuk guru. Saat itu cuek saja. Lama-lama mulai tidak betah. Meski begitu, tetap sekolah, hingga tamat.

Sejak awal mama Islam, tidak ada keluarga papa & mama yang tahu. Suatu ketika, mama tampil di salah 1 stasiun televisi swasta sebagai narasumber, diwawancara tentang keislamannya. Kebetuian, tetangga ada yang menonoton. Akhirnya tersebarlah kabar, mama masuk Islam, semua orang tahu. Tak terkecuali saudara papa & mama. Keluarga papa lebih menghormati ketimbang keluarga mama. Sampai saat ini, saudara mama, betul-betul putus hubungan, menjaga jarak dengan kami.

Setelah Reynold Islam, ia memilih nasyid sebagai jalur dakwahnya. Di Tim Nasyid "Lampion", Reynold, berdakwah melalui pendekatan budaya. Menurut Reynold, jalur budaya sangat efektif untuk berdakwah.
"Di Kristen saja, ada paduan suara, ada drama tentang pengorbanan Yesus. Pola ini, terbukti bisa diterima banyak orang, Sebagai Muslim, saya berharap, Islam kian berkembang. Dalam dakwah pun, kita harus memperkenalkan Islam lebih indah, sejuk & damai. Dengan demikian, Islam tidak dinilai dalam kacamata personal atau pribadi semata. Kerena itu, kita harus merubah pola pikir di kalangan non Muslim, Islam adalah agama rendah, buruk & terbelakang. Terpenting, tantangan dakwah di kalangan Tionghoa non-Muslim adalah dengan memberi keteladanan & akhlak yang baik," tandas Reynold yang kini kuliah di Universitas Islam Jakarta. (amanahonline)

0 komentar:

Posting Komentar

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi