Jumat, 30 Januari 2015

Melekh Yacov, Yahudi Hasidic Memeluk Islam @1/2


Melekh Yacov lahir di New York. Ia dibesarkan dalam keluarga Yahudi Hasidic, kelompok Yahudi ultra-ortodoks. Berbeda dengan penganut Hasidic lain, keluarga Yacov tergolong biasa-biasa saja dalam menjalankan keyakinannya.

“Kami tidak seperti itu, kami tetap beraktivitas ketika hari sabat. Saya juga tidak mengenakan yarmulke di kepala. Yang pasti, keluargaku lebih banyak dipengaruhi kehidupan sekuler,”

Semasa muda, Yacov merasa tidak seperti orang Yahudi. Ia tidak lagi mempedulikan hari Sabat. Sering mengkonsumsi makanan non halal. Sadar, dirinya tidak lagi mematuhi aturan. Saat itu ia berpikir, apa yang ia lakukan merupakan kehendak Allah. Padahal, semasa kecil, ia banyak mendengar cerita kisah para rabi seperti Eliezar, Baal Shem Tov & Taurat.

Setiap cerita yang ia dengar, Yahudi sepanjang sejarah selalu ditindas. Selama itu pula, Tuhan bersama umatnya sampai akhir.

“Bangsa kami selalu mendapat anugerah-Nya. Jika seseorang ingin memperoleh pandangan objektif tentang alasan orang Yahudi memiliki sikap zionis maka anda harus melihat bagaimana kami didoktrin sejak kecil. Itulah mengapa, kami seolah tidak pernah melakukan kesalahan apapun,”

Yacov tahu betul bahwa Yahudi memiliki ikatan kuat 1 dengan yang lain. Setiap Yahudi selalu memegang erat “umat pilihan” Allah. Tapi ia tidak merasa nyaman dengan itu.

Ia masih ingat, betapa membosankannya saat ia diajak ayahnya mengunjungi sinagoga.

“Saya merasa aneh dengan melihat banyak orang bertopi hitam dengan janggut panjang lalu berdoa dengan bahasa Ibrani,”.

Memasuki usia 13 tahun, Yacov menjalani proses khitan. Dalam tradisi Yahudi disebut Bar-mitvahh’ed. Lalu, setiap paginya ia menempatkan Tefilin, kotak hitam berisi ayat Taurat.

Namun, kebiasaan itu tidak berlangsung lama. Awalnya, ayah Yacov bertengkar dengan anggota jamaah lain. Sejak itu, ayah menolak untuk mendatangi sinagoga.

Tak lama, ayahnya memeluk Kristen. Lantaran diajak temannya. Ibunya enggan menerima keputusan suaminya itu, & akhirnya mengajukan cerai. Masa-masa ini merupakan yang terberat dalam hidup Yacov.

“Keputusan ayah banyak berpengaruh padaku. Saya sendiri bingung, sebenarnya apa Yahudi itu apakah bangsa, budaya atau agama. JIka bangsa, mengapa Yahudi selalu menjadi warga negara kelas 2. Jika agama, mengapa setiap doa dibacakan dalam bahasa Ibrani. Lalu jika budaya, jika seseorang berhenti menjadi Yahudi maka ia berhenti berbicara bahasa Ibrani & mempraktekan tradisi Yahudi,”

Pertanyaan lain, mengapa Ibrahim disebut Yahudi. Padahal ia hidup sebelum Taurat turun kepada Nabi Musa. Anehnya lagi, Taurat tidak menyebutkan Nabi Ibrahim sebagai Yahudi. Kata Yahudi sendiri berasal dari nama salah 1 dari 12 anak Nabi Yakub, Yehuda.

“Dalam tradisi Yahudi sendiri, ketika ibunya Yahudi,  anda dapat menjadi Yahudi meski  Kristen atau atheis. Sejak itu, saya mulai menjauh dari tradisi Yahudi, karena saya tidak puas lantaran terlalu banyak tanda tanya,”.

Sejenak menjauh dari tradisi Yahudi, ia mulai terpesona budaya asli Amerika. Mereka memiliki semangat juang tinggi menghadapi sikap jumawa kulit putih. Mereka terusir dari tanah kelahirannya sendiri. Terkucil, namun tidak berputus asa dengan keadaan.

Kondisi itu, seperti yang dialami bangsa Palestina. Selama ribuan tahun, bangsa Palestina menempati tanah suci. Kini, mereka harus digantikan orang Yahudi.

Penduduk asli terpaksa tinggal di kamp pengungsi.

“Lalu saya bertanya kepada orang tua tentang apa perbedaan warga asli Amerika & Palestina. Jawaban yang saya dapatkan adalah bangsa Palestina selalu ingin membunuh orang Yahudi lalu mengusir mereka ke laut,”. 


0 komentar:

Posting Komentar

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi