Kamis, 26 Desember 2013

Dr. Laurence Brown: Ateis yang Memohon


[“Sebagai ateis, itulah pertama kalinya saya, dengan setengah hati, mengakui Tuhan. Saya katakan setengah hati, bahkan dalam situasi panik itu, saya tidak sepenuhnya meyakini Tuhan. 


Saya cuma berdoa dengan sikap skeptis. Tuhan, jika Tuhan itu memang ada, Tuhan akan menyelamatkan putri saya, saya berjanji akan mencari & mengikuti agama yang paling menyenangkan hati-Nya,”]

Video perjalanan menuju Islamnya, dapat dilihat disini. Setelah memperoleh gelar doktor di bidang agama, Dr. Laurence Brown adalah cendekiawan muslim. Banyak melakukan ceramah & menulis buku.

Dan beberapa ceramahnya dapat diklik disini tentang ajaran salah Trinitas, atau disini membahas tidak masuk akalnya Ateis, klik disini dengan topik keyakinan salah 'Original Sin' dosa asal. Sedang klik disini mengupas ketuhanan Yesus Kristus, klik ini bicara pengertian Roh Kudus 'Holy Spirit'.

Karya-karyanya, dapat dilihat di laman miliknya. Atau di Islamhouse.com dengan judul God'ed? pencet ini. Atau MisGod'ed masih di Islamhouse.com, & Agnoticism untuk mengunduh salah satu tulisan Brown.

***

Musim dingin 1990, putri kedua Laurence Brown, lahir. Tapi mengalami gangguan kesehatan serius. Penyempitan di aortanya. Peredaran darah bayinya, tidak lancar. 

Brown menyaksikan, bagaimana tubuh puteri mungilnya membiru.  Dari bagian dada hingga ujung kaki & harus dirawat di ruang intensif bayi yang baru lahir.

Sebagai dokter bedah, Brown sangat paham tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap putrinya. Tak ada jalan lain, selain pembedahan darurat di bagian dada. Meski tindakan medis itu tidak memberikan peluang besar bertahan hidup. 

Ketika konsultan ahli bedah kardio-toraks yang akan menangani putrinya datang, perasaan Brown campur aduk antara sedih & takut. 

“Tidak ada teman kecuali rasa takut, dan tidak tempat untuk berbagi kesedihan sementara saya menunggu hasil pemeriksaan konsultan itu. 

Saya lalu pergi ke ruangan tempat berdoa di rumah sakit & duduk bersimpuh,” ujar Brown menceritakan kekalutan hatinya saat itu.

Ia mengakui, itulah kali pertama dalam hidupnya berdoa dengan tulus & sungguh-sungguh. 

“Sebagai ateis, itulah pertama kalinya saya, dengan setengah hati, mengakui Tuhan. Saya katakan setengah hati, bahkan dalam situasi panik itu, saya tidak sepenuhnya meyakini Tuhan. 

Saya cuma berdoa dengan sikap skeptis. Tuhan, jika Tuhan itu memang ada, Tuhan akan menyelamatkan putri saya, saya berjanji akan mencari & mengikuti agama yang paling menyenangkan hati-Nya,” tutur Brown.

Sekitar 10-15 menit, Brown kembali ke ruang perawatan intensif & sangat kaget mendengar penjelasan konsultan bedah. Putrinya akan baik-baik saja. 


Perkataan konsultan itu terbukti, dalam waktu 2 hari. Kondisi si bayi, menunjukkan kemajuan tanpa harus diberi obat-obatan & pembedahan. Bayi perempuan itu diberi nama Hannah. Selanjutnya tumbuh normal seperti anak-anak lainnya.

Setelah putrinya sehat, giliran Brown memenuhi janjinya. Saat berdoa memohon keselamatan Hannah. Sebagai seorang atheis, mudah bagi Brown untuk membangun kembali ketidakpercayaannya eksistensi Tuhan. Dan menyerahkan pemulihan putrinya pada dokter & bukan Tuhan. Brown tidak melakukan itu. 

“Dalam perjanjian itu, Tuhan sudah menunjukkan kebaikannya, & saya merasa juga harus melakukan hal yang sama. Tuhan sudah mengabulkan doa saya,” tukas Brown.

Selama beberapa tahun ia berusaha memenuhi “perjanjian”nya dengan Tuhan. Tapi ia merasa gagal menemukan agama ingin ia peluk. Brown mempelajari Yudaisme, beragam aliran Kristen, tapi tidak pernah merasa bahwa ia telah menemukan kebenaran. 

“Selama beberapa waktu, saya mendatangi berbagai gereja aliran Kristen. Yang paling lama, saya ikut jamaah gereja Katolik Roma, tapi saya tidak pernah secara resmi memeluk agama itu,” tutur Brown.

Ia tidak pernah bisa memilih Kristen, karena alasan sederhana. Ia tidak bisa menemukan kesesesuaian ajaran Alkitab tentang Yesus dengan ajaran dari berbagai sekte Kristen lainnya. 

Karena tak menemukan yang sesuai hatinya, Brown akhirnya berdiam diri di rumah & banyak membaca. 

Di masa-masa itulah, Brown mengenal Al-Quran & buku biografi Nabi Muhammad Saw. yang ditulis oleh Martin Lings, berjudul “Muhammad, His Life Based on Earliest Sources”. (Dapat diunduh dalam file pdf).
]

Dari Al-Quran yang dibacanya, Brown menemukan, kitab suci umat Islam itu mengajarkan Tuhan itu hanya satu. Dan nabi-nabi seperti Nabi Musa & Yesus (Nabi Isa) juga mengajarkan keesaan Tuhan. 


Sebuah konsep berbeda, yang pernah ia tahu dalam ajaran Yudaisme & Kristen yang pernah dipelajarinya bertahun-tahun. Setelah membaca buku biografi Nabi Muhammad Saw. Brown juga mulai meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir.
“Tiba-tiba saja semuanya seperti masuk akal, seiring keyakinan yang tumbuh itu. Kontinuitas rantai kenabian, turunnya wahyu, hanya 1 Tuhan yang Mahabesar, & lengkapnya wahyu-wahyu Allah dalam Al-Quran, tiba-tiba menimbulkan rasa yang sempurna. 


Inilah yang membuat saya kemudian menjadi seorang Muslim,” papar Brown.

Sekarang, sudah 10 tahun Laurence Brown menjadi seorang muslim. Selama itu, ia belajar satu hal, bahwa 

“Di luar sana banyak orang yang lebih cerdas & pandai dibandingkan dirinya, tapi orang-orang itu tidak mampu mengetahui kebenaran Islam,” ujar Brown.

“Yang terpenting bukan seberapa pintar seseorang, tapi sebuah pencerahan seperti yang ditegaskan Allah bahwa mereka yang percaya agama Allah, tetap akan tidak percaya, meski jika diberi peringatan akan dosa jika menolak keberadaan Allah. 


Jika demikian, Allah juga akan mengabaikan mereka & menjauhkan mereka dari kebenaran-Nya …”
 

“Karenanya, saya bersyukur pada Allah yang telah memberi petunjuk, & saya memperkuat petunjuk itu dengan 1 formula sederhana; 

mengakui adanya Tuhan, menyembah hanya Allah semata, dengan sungguh-sungguh berjanji untuk mencari & mengikuti kebenaran ajaran-Nya, lalu menerima hidayah-Nya,” tandas Brown. [QD SSugema; mualaf.com] 

0 komentar:

Posting Komentar

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi