Rabu, 25 Desember 2013

Steven Indra Terpikat Shalat

[mualaf.com; QD SSugema]

[Seorang mualaf ibarat besi yang baru jadi. Saatnya Allah menempa & menjadikannya sebilah pedang. Kalau tidak, tidak akan tajam. Bagi Steven, agama adalah pilihan hidup. Seperti filosofi yang dianut leluhurnya, setiap pilihan, nantinya menjadi pegangan kehidupan.] 

[mualaf.com]
‘’Bagi saya, Islam adalah pegangan hidup,’’ ujar pria kelahiran Jakarta, 14 Juli 1981 ini kepada Republika.

oooo

Sebelum Islam, Indra penganut Katolik taat. Ayahnya, aktivis di GKI (Gereja Kristen Indonesia) & Gereja Bethel. Di kalangan aktivis GKI & Gereja Bethel, ayahnya bertugas pencari dana di luar negeri, bagi pembangunan gereja-gereja di Indonesia. 

Karena itu, sang ayah menginginkan Indra kelak mengikuti jejaknya dengan menjadi seorang bruder (penyebar ajaran Katolik—Red). 

Untuk mewujudkan cita-cita, sejak usia dini sudah digembleng menjadi bruder. Oleh sang ayah, Indra kecil dimasukkan ke sekolah khusus calon bruder Pangudi Luhur di Ambarawa, Jawa Tengah. Hari-harinya ia habiskan di sekolah berasrama itu. Pendidikan kebruderan tersebut ia jalani hingga jenjang SMP.


‘’Setamat dari Pangudi Luhur, saya harus melanjutkan ke sebuah sekolah teologi SMA di bawah Yayasan Pangudi Luhur,’’ ujarnya.

Untuk menjadi bruder, minimal memiliki ijazah D3. Selepas pendidikan teologia di SMA 1999, Indra didaftarkan ke Saint Michael’s College di Worcestershire, Inggris. Sekolah tinggi khusus Katolik. Pria yang kini sekretaris I Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) ini mengambil jurusan Islamologi.

Selama di Saint Michael’s College ini, Indra mempelajari hadis. 

‘’Intinya, kita mempelajari hadis & riwayatnya itu untuk mencari celah agar orang Muslim percaya, bahwa apa yang diajarkan dalam agama mereka tidak benar. Memang kita disiapkan menjadi penginjil atau misionaris,’’ paparnya. Untuk tugas sebagai penginjil, ia harus disumpah tidak boleh menikah & harus mengabdikan seluruh hidupnya untuk Tuhan.

Seiring aktivitasnya sebagai penginjil, justru timbul keraguan. Atas yang dipelajari selama ini. Bertolak belakang, dengan buku-buku yang ia temui di toko-toko buku. Hingga akhirnya, suatu hari tatkala mendatangi sebuah toko buku ternama di Jakarta, ia menemukan sebuah buku karangan Imam Ghazali. Buku yang mengulas hadis & sejarah periwayatannya cukup menarik perhatiannya.

Dari iseng membaca gratis sambil berdiri, Indra akhirnya membelinya.

‘’Setelah saya baca & pelajari, ternyata banyak referensi & penjelasan mengenai hadis yang diriwa -yatkan Bukhari & Muslim. Akhirnya, memutuskan membeli buku kumpulan hadis-hadis Bukhari & Muslim,’’ kata dia.

Dari sinilah, Indra mulai mengetahui, bahwa hadis-hadis yang selama ini dipelajarinya di Saint Michael’s College, ternyata tidak diakui oleh umat Islam sendiri.

‘’Hadis-hadis yang saya pelajari tersebut ternyata maudhu’ (palsu). Dari sana, kemudian saya mulai mencari-cari hadis yang sahih,’’ tukasnya.''

Katedral ke Istiqlal
Keinginan Indra mempelajari Islam, tak hanya sampai di situ. Di sela-sela tugasnya sebagai seorang penganut Katolik, diam-diam Indra mulai mempelajari gerakan shalat. Kegiatan belajar shalat itu ia lakukan selepas ibadah Minggu di gereja Katedral, Jakarta. Tak ada yang mengetahui kegiatan ‘mengintipnya’ itu, kecuali seorang adik laki-lakinya. Sang adik diam saja.

‘’Ketika waktu shalat zuhur datang & azan berkumandang dari seberang (Masjid Istiqlal—Red), kalung salib saya masukkan ke dalam baju, sepatu saya lepas & titipkan. Kemudian, saya pinjam sandal tukang sapu kebun di Katedral. Setelah habis shalat, saya balik lagi mengenakan kalung salib & kembali ke Katedral,’’ paparnya.

Aktivitasnya yang ‘konyol’ di mata sang adik itu, ia lakoni selama 2 bulan. Dan, berkat kerja sama sang adik pula, tindakan yang ia lakukan tersebut tidak sampai ketahuan ayahnya. Dari situ, lanjut Indra, ia baru sebatas mengetahui orang Islam itu shalat 4 rakaat & selama shalat diam semua. Tahap berikutnya, ayah 1 orang putri ini mulai belajar shalat maghrib di sebuah masjid di daerah Muara Karang, Jakarta Utara. Ketika itu, ia beserta keluarganya tinggal di wilayah tersebut.

‘’Dari situ, saya mulai mengetahui ternyata ada juga shalat yang bacaannya keras. Kemudian, saya mulai mempelajari shalat-shalat apa saja yang bacaannya dikeraskan & tidak.’’

Setelah belajar shalat zuhur & maghrib, ia melanjutkan shalat isya, subuh, & ashar. Kesemua gerakan & bacaan shalat 5 waktu tersebut ia pelajari otodidak. Dengan mengikuti apa yang dilakukan jamaah. Sampai tata cara berwudhu pun, menurut penuturannya, ia pelajari & hafal dengan menirukan apa yang dilakukan oleh para jamaah shalat.

‘’Saya lihat orang berwudhu, ingat-ingat gerakannya, baru setelah sepi saya mempraktikkannya. Dan, Alhamdulillah dalam waktu seminggu saya sudah bisa hafal gerakan berwudhu. Begitu juga, dengan gerakan shalat & bacaannya. 


Saya melihat gerakan imam & mendengar bacaannya sambil berusaha mengingat & menghafalnya,’’ terang Direktur Operasional Mustika (Muslim Tionghoa & Keluarga), sebuah lembaga yang mewadahi silahturahim, informasi, konsultasi, & pembinaan agama Islam.

Untuk memperdalam tata cara shalat, Indra pun mencari tahu arti & makna setiap gerakan serta bacaan shalat. Melalui buku-buku panduan shalat yang harganya relatif murah. 


Melalui shalat ini, ungkap Indra, ia menemukan suatu ibadah yang lebih bermakna, lebih dari sekadar duduk, kemudian mendengarkan orang ceramah & kadang sambil tertidur, akhirnya tidak dapat apa-apa & hampa.

‘’Ibaratnya sebuah bola bowling, tampak di permukaan luar -nya keras & kokoh, tetapi di dalamnya kosong. Berbeda de ngan ibadah shalat yang ibaratnya sebuah kelereng kecil, wa lau pun kecil, di dalamnya padat. 


Saya lebih memilih menjadi se buah kelereng kecil daripada bola bowling tersebut,’’ ujar nya mengumpamakan ibadah yang pernah ia lakoni sebelum menjadi Muslim & sesudahnya.

7 Jahitan
Setelah mantap, Indra pun memutuskan masuk Islam, dibantu temannya di Serang, Banten. Peristiwa itu sebelum bulan Ramadhan di tahun 2000. Keislamannya ini, kata dia, baru diketahui oleh kedua orang tuanya setelah kembali ke Jakarta. Kabar mengenai keislamannya ini diketahui orang tuanya dari para rekan bisnis sang ayah.

Mungkin, pada waktu itu, papa sedang proyek pembangunan resort di wilayah Muara Karang & Pluit, makanya papa punya banyak kenalan & teman. Mungkin orang-orang itu sering melihat saya ke masjid & mengenakan peci, dilaporkan ke papa, kenangnya. 


Ayahnya mengirim orang memata-matai setiap aktivitas Indra. Setelah ada bukti, ia dipanggil & disidang ayahnya. Saya beri penjelasan, Islam itu bagi saya adalah pegangan hidup.

Di hadapan ayahnya, Indra mengatakan, selama menjalani pendidikan calon bruder, dirinya mendapatkan kenyataan. Pastur yang selama ini ia hormati ternyata melakukan perbuatan asusila terhadap para suster. Juga, para frater yang menghamili siswinya & para bruder yang menjadi homo. 


Ibaratnya saya pegangan ke sebuah pohon yang ranting-ranting daunnya patah, & saya rasa pohon itu sudah mau tumbang kalau diterpa angin. Sampai akhirnya, saya ketemu sebatang bambu kecil, yang tidak akan patah meski diterpa angin.

Tidak terima penjelasan anak, ayahnya pun menampar Indra hingga kepalanya terbentur ke kaca. Beruntung saat kejadian sang ibu langsung membawa Indra ke Rumah Sakit Atmajaya. Ia mendapatkan 7 jahitan di bagian dahinya. Kendati begitu, ibunya tetap tidak bisa menerima keputusan putra pertamanya tersebut.

Tidak hanya 7 jahitan, ayahnya kemudian mengusir setelah menandatangani surat pernyataan di hadapan notaris. Pelepasan haknya sebagai salah 1 pewaris keluarga. Saya tidak boleh menerima semua fasilitas keluarga yang menjadi hak saya, ujarnya.

Meski hidup penuh cobaan, masih ada Allah SWT yang menyayanginya & membukakan pintu rezeki untuknya. Salah satunya, proposal pengajuan beasiswa yang ia sampaikan ke Universitas Bina Nusantara (Binus) disetujui. Di Binus juga, ia mempunyai waktu luang & kesempatan menyampaikan syiar Islam. Baik melalui forum-forum pengajian maupun internet.

Karena itu, saya melihat mualaf itu ibaratnya sebuah besi yang baru jadi. Jadi, saatnya Allah menempa kita & menjadikannya sebilah pedang. Jadi, kalau tidak ditempa, tidak akan tajam, katanya. [nidia zuraya]

ooooo
Kami tidak membeda-bedakan. Allah berfirman, "Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah & kepada apa yang diturunkan kepada kami & yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, & anak-anaknya, & apa yang diberikan kepada Musa, `Isa & para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka & hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri."" [3:84]
Cahaya Tuhan. Allah berfirman, "Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata." [39:22]
Hanya yang Dia kehendaki. Allah berfirman, "Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an & As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)." [2:269]
Dia melapangkan dadanya memeluk Islam. Allah berfirman, "Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman." [6:125]

0 komentar:

Posting Komentar

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi