Lebih dari 2 dekade Ustaz
Fadzlan Garamatan mengeliatkan syiar Islam di bumi Papua. Banyak suka duka
yang ia rasakan. Banyak pihak mengatakan dakwah di Papua itu sangat
berat. Namun, ia menampik hal itu. Ia justru menilai dakwah Rasulullah SAW jauh
lebih berat ketimbang dirinya.
"Di
Madinah-Makkah itu sungguh berat. Cuaca terik, tandus tidak ada air pula," katanya saat
menjadi pemateri pengajian mualaf, Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), Sabtu
(29/9).
Di Papua, lanjut Ustaz Fadzlan, jauh lebih enak. Cuaca sejuk, air banyak. Kalau tidur, tinggal cari gua. "Tapi ya itu, kita harus siap jalan kaki berbulan-bulan. Tapi tetaplah, itu terbilang ringan ketimbang dakwah Nabi," sebut Ustaz Fadzlan.
Sepanjang ia berdakwah, tak terhitung kesulitan yang dialaminya. Mulai serangan tombak, panah & lainnya. Tapi itu sudah menjadi konsekuensi mubaligh.
"Siapa bilang dakwah itu enak. Tapi, karena ini berjuang di jalan Allah, tentu nikmat iman yang sangat dirasakan," kata dia mengakhiri.
Ustaz Fadlan Garamatan masih ingat betul ketika pertama kali mulai berdakwah. Ia disangka bukan muslim. Karena tampilannya yang berambut keriting, hitam & berasal dari Papua.
"Jadi, ya seperti itu, orang Papua itu identik dengan non-muslim," paparnya saat mengisi materi Sabtu (29/9).
Kesalahpahaman itu juga terjadi ketika kuliah di Makassar, Sulawesi Selatan. Ketika datang ke kampus, ia menyapa salam. Namun, tidak ada yang menjawabnya. Demikian pula ketika memasuki ruang kuliah.
Kebetulan saat itu materi kuliah adalah studi agama Islam.
"Saya tidak
tahu, kalau saya jadi perhatian. Saya dengar dosen mengatakan bagi yang
non-muslim silahkan keluar. Saya pikir orang lain, ternyata saya," kenang dia sembari
tersenyum.
Masih dalam ruangan itu, karena tak juga beranjak keluar, lalu sang dosen menghampiri. Ia meminta sangat keras Ustaz Fadhlan segera meninggalkan ruang kelas. Karena tidak terima, sang ustaz berkata pada dosennya,
Masih dalam ruangan itu, karena tak juga beranjak keluar, lalu sang dosen menghampiri. Ia meminta sangat keras Ustaz Fadhlan segera meninggalkan ruang kelas. Karena tidak terima, sang ustaz berkata pada dosennya,
"Apakah agama
Islam itu hanya untuk Bugis atau Arab? Siapakah sahabat Nabi (Muhammad SAW)
yang hitam keling, suaranya merdu? Sebelum keluar, saya minta setiap mahasiswa
membaca Al-Quran?, dosen saya hanya menyanggupi pertanyaan ketiga," kenang dia.
Lalu dibacalah salah satu surah Al-Hasyr. Kebetulan surat tersebut berisi tentang pengusiran. Dari sekian banyak mahasiswa, hanya dirinya & tiga mahasiswa lain yang bacaannya bagus.
Melihat fakta itu, ia mengaku sedih. Pasalnya, Al-Quran adalah sumber dari segala petunjuk. Akankah Indonesia bisa maju tanpa tahu petunjuk dalam Alquran.
Lalu dibacalah salah satu surah Al-Hasyr. Kebetulan surat tersebut berisi tentang pengusiran. Dari sekian banyak mahasiswa, hanya dirinya & tiga mahasiswa lain yang bacaannya bagus.
Melihat fakta itu, ia mengaku sedih. Pasalnya, Al-Quran adalah sumber dari segala petunjuk. Akankah Indonesia bisa maju tanpa tahu petunjuk dalam Alquran.
"Sejak itu,
saya disapa Ustaz Papua," pungkasnya.
[14010040; sumber: http://www.mualaf.com]
0 komentar:
Posting Komentar
hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi