Jumat, 31 Januari 2014

Kitab Puasa @3/5


Bab 31: Orang yang Mencampuri Istrinya pada Siang Hari Bulan Ramadhan, Apakah Boleh Memberikan Makanan kepada Keluarganya dari Kafarat Itu, Jika Keluarganya Tergolong Orang-Orang yang Membutuhkan?
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Abu Hurairah sebelumnya.")

Bab 32: Berbekam & Muntah bagi Orang yang Berpuasa

944. Abu Hurairah r.a. berkata, "Jika seseorang muntah pada waktu puasa, maka puasanya tidak batal. Sebab, ia mengeluarkan & bukannya memasukkan."

Disebutkan dari Abu Hurairah bahwa muntah itu mambatalkan puasa, namun riwayat yang pertama itu lebih tepat.[46]
 
Ibnu Abbas & Ikrimah berkata, "Puasa itu bisa batal dengan sebab adanya sesuatu yang masuk & bukan karena sesuatu yang keluar."[47]
 
Ibnu Umar r.a. berbekam, padahal ia sedang berpuasa. Kemudian dia tidak lagi berbekam pada siang hari, & dia berbekam pada waktu malam.[48]
 
Abu Musa berbekam pada malam hari.[49]
 
Disebutkan dari Sa'd, Zaid bin Arqam, & Ummu Salamah bahwa mereka berbekam pada waktu berpuasa.[50]
 
Bukair berkata dari Ummi Alqamah, "Kami berbekam di sisi Aisyah, tetapi dia tidak melarangnya."[51]
 
Diriwayatkan dari al-Hasan dari beberapa orang secara marfu, katanya, "Batal puasa orang yang membekam & yang dibekam."[52]
 
945. Hadits serupa diriwayatkan dari al-Hasan. Ditanyakan kepadanya, "Dari Nabi?" Dia menjawab, "Ya." Kemudian dia berkata lagi, "Allah lebih mengetahui."
 
946. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Nabi berbekam (di kepala beliau 7/5) karena suatu penyakit yang menimpa beliau,[53] padahal beliau sedang ihram. (Karena suatu penyakit yang menimpa beliau, dengan air yang disebut lahyu Jamal), beliau berbekam padahal beliau sedang berpuasa."

947. Syu'bah berkata, "Saya mendengar Tsabit al-Bunani bertanya kepada Anas bin Malik, ia berkata, 'Apakah engkau memakruhkan berbekam untuk orang yang berpuasa (pada zaman Nabi [54])?' Anas menjawab, 'Tidak, kecuali karena melemahkan tubuh.'"

 
Bab 33: Berpuasa & Berbuka pada Waktu Bepergian
 
948. Aisyah r.a. istri Nabi saw mengatakan bahwa Hamzah bin Anir al-Aslami berkata kepada Nabi, "(Wahai Rasulullah, saya suka berpuasa), apakah saya boleh berpuasa dalam bepergian?" Dan, ia banyak berpuasa. Beliau bersabda, "Jika mau, berpuasalah; & jika kamu mau, maka berbukalah!"


Bab 34: Jika Seseorang Berpuasa Beberapa Hari dalam Bulan Ramadhan Lalu Bepergian
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan pada '64 AL-MAGHAZI / 79 - BAB'.")

 
Bab 35:
 
949. Abud Darda' r.a. berkata, "Kami berangkat bersama Nabi dalam suatu perjalanan beliau pada hari yang panas. Sehingga, seseorang meletakkan tangannya di atas kepalanya karena sangat panas. Di antara kami tidak ada yang berpuasa kecuali Nabi & Ibnu Rawahah."
 

Bab 36: Sabda Nabi kepada Orang yang Tidak Dinaungi Sedang Hari Sangat Panas
 
950. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Rasulullah dalam suatu perjalanan, beliau melihat kerumunan & seseorang sedang dinaungi. Beliau bertanya, 'Apakah ini?' Mereka menjawab, 'Seseorang yang sedang berpuasa.' Maka, beliau bersabda, 'Tidak termasuk kebajikan, berpuasa dalam bepergian.'"


Bab 37: Para Sahabat Nabi Tidak Saling Mencela dalam Hal Berpuasa & Berbuka (Tidak Berpuasa)

951. Anas bin Malik berkata, "Kami bepergian bersama Nabi, maka orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, & orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa."


Bab 38: Orang yang Berbuka Dalam Bepergian Supaya Dilihat oleh Orang Banyak
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada '64-AL-MAGHAZI / 49 - BAB'.")
 

Bab 39: Firman Allah, "Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah." (al-Baqarah: 184)
 
Ibnu Umar & Salamah ibnul Akwa' berkata, "Ayat di atas itu telah dimansukh (dihapuskan) oleh ayat, 'Beberapa hari yang ditentukan itu adalah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia & penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu & pembeda (antara yang haq & yang batil). 

Karena itu, barangsiapa di antaramu yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak dari hari yang ia tinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu & tidak menghendaki kesulitan bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya & hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.'" (al-Baqarah: 185)[55]
 
Ibnu Abi Laila berkata, "Kami diberi tahu oleh para sahabat Nabi, 'Diturunkan kewajiban berpuasa dalam bulan Ramadhan, lalu para sahabat merasa berat melakukannya. Oleh karena itu, barangsiapa yang dapat memberikan makanan setiap harinya kepada seorang miskin, orang itu boleh meninggalkan puasa. 

Yaitu, dari golongan orang yang sangat berat melakukannya. Mereka diberi kemurahan untuk meninggalkan puasa. Kemudian hukum di atas ini dimansukh (dihapuskan) dengan adanya ayat, 'wa an tashuumuu khairul lakum' 'Dan berpuasa itu lebih baik bagimu'.' Lalu, mereka diperintahkan berpuasa.'"[56]
 
952. Dari Ibnu Umar r.a. (bahwa ia 5/155) membaca potongan ayat, "fidyatun tha'aamu masaakiin' 'Membayar fidyah, yaitu memberi makan kepada orang-orang miskin'." Ibnu Umar mengatakan, "Ia (ayat) itu dihapuskan hukumannya."
 

Bab 40: Kapankah Dilakukannya Qadha Puasa Ramadhan

Ibnu Abbas berkata, "Tidak mengapa jika mengqadha puasa itu dipisah-pisah, karena firman Allah, 'fa'iddatun min ayyamin ukhar' 'Maka, wajiblah baginya berpuasa sebanyak yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain'.'"[57]
 
Sa'id ibnul-Musayyab berkata mengenai berpuasa sepuluh hari yang pertama pada bulan Dzulhijjah, "Hal itu tidak baik, sehingga dia memulai puasa bulan Ramadhan (yang ditinggalkannya)."[58]
 
Ibrahim berkata, "Jika seseorang teledor dalam mengqadha puasa Ramadhan, sehingga datang lagi bulan Ramadhan berikutnya, maka dia wajib berpuasa untuk Ramadhan yang lalu & untuk Ramadhan yang satunya. Dia tidak diwajibkan memberi makan kepada orang miskin."[59]
 
Masalah juga diriwayatkan dari Abu Hurairah secara mursal.[60]
 
Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yag teledor diwajibkan memberi makan.[61]

Namun, Allah tidak menyebutkan kewajiban memberi makan. Dia hanya berfirman, "fa'iddatun min ayyaamin ukhar' 'Maka, wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari hari yang lain'."[62]
 
953. Aisyah r.a. berkata, "Saya biasa mempunyai tanggungan puasa Ramadhan, & saya tidak dapat mengqadhanya melainkan di bulan Sya'ban." Yahya berkata, "(Hal itu karena) sibuk dengan urusan Nabi."
 

Bab 41: Wanita yang Haid Meninggalkan Puasa & Shalat
Abu Zinad berkata, "Sesungguhnya sunnah-sunnah Nabi (yakni ucapan-ucapan & perbuatan Nabi) & sesuatu yang dibenarkan agama (syariat Islam) banyak yang diperselisihan antara yang satu & yang lainnya. Oleh karena itu, tidak ada jalan bagi umat Islam kecuali mengikuti salah satunya. Di antaranya adalah bahwa orang yang haid wajib mengqadha puasa, tetapi tidak wajib mengqadha shalat."[63]
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Abu Sa'id yang tertera pada nomor 725 di muka.")

 
Bab 42: Orang yang Meninggal Dunia Sedang Ia Masih Punya Kewajiban Puasa
 
Al-Hasan berkata, "Jika ada tiga puluh orang yang mengerjakan puasa sehari untuk orang yang meninggal dunia, maka hal itu sudah boleh (cukup)."[64]
 
954. Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang meninggal sedang ia masih menanggung kewajiban puasa, maka walinya berpuasa untuknya."
 
955. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Seorang laki-laki (dalam satu riwayat: seorang wanita[65]) datang kepada Nabi. Ia berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku (dalam riwayat kedua: saudara wanitaku[66]) meninggal, sedang ia masih mempunyai kewajiban puasa satu bulan (dalam riwayat kedua itu disebutkan: puasa nazar) (& dalam riwayat ketiga: puasa lima belas hari[67]), apakah saya mengqadha untuknya?" Beliau bersabda, "Ya, utang Allah itu lebih berhak untuk ditunaikan."
 

Bab 43: Kapankah Orang yang Berpuasa Itu Boleh Berbuka?
 
Abu Sa'id al-Khudri berbuka puasa ketika bulatan matahari telah tenggelam.[68]
 
956. Umar ibnul Khaththab dari ayahnya, ia berkata, "Rasulullah bersabda, 'Apabila malam datang dari sini, & siang berlalu dari sini, sedang matahari telah terbenam, maka sesungguhnya orang yang berpuasa boleh berbuka.'"

957. Abdullah bin Abi Aufa r.a. berkata, "Kami bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan, sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Ketika matahari terbenam, beliau bersabda kepada sebagian kaum (seseorang dari mereka), 'Wahai Fulan, berdirilah, campurlah sawiq (tepung gandum) dengan air untuk kita.' Orang itu berkata, 'Wahai Rasulullah, alangkah baiknya kalau sampai tiba sore hari.' (Dalam satu riwayat: Alangkah baiknya kalau engkau menunggu sampai sore hari.' 


Dan dalam riwayat lain: Cahaya matahari masih tampak.[69] 2/237) Beliau bersabda, 'Turunlah, campurlah sawiq dengan air untuk kita.' Orang itu menjawab, 'Sesungguhnya engkau masih mempunyai waktu siang yang cukup.' Beliau bersabda, 'Turunlah, campurlah sawiq dengan air untuk kita.' Lalu orang itu turun, kemudian membuat minuman untuk mereka (setelah diperintahkan ketiga kalinya). Lalu, Nabi minum,[70] kemudian melemparkan isyarat (Dalam satu riwayat berisyarat dengan tangan beliau ke sini. Dan dalam satu riwayat: berisyarat dengan jarinya ke arah timur), lalu beliau bersabda, 'Apabila kamu melihat malam datang dari sini, maka orang yang berpuasa sudah diperbolehkan berbuka.'"

 
Bab 44: Orang yang Berpuasa Berbuka dengan Apa yang Mudah Didapatkan, Baik Berupa Air Maupun Lainnya
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Abdullah bin Abi Aufa di atas.")
 

Bab 45: Menyegerakan Berbuka
 
958. Sahl bin Sa'ad mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Manusia itu senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka."

 
Bab 46: Apabila Orang Berpuasa Sudah Berbuka dalam Bulan Ramadhan, Kemudian Matahari Kelihatan Lagi

959. Asma' binti Abu Bakar r.a. berkata, "Kami berbuka pada masa Nabi pada hari yang berawan, kemudian matahari tampak lagi." Kemudian ditanyakan kepada Hisyam, "Apakah para sahabat disuruh mengqadha?" Hisyam berkata, "Harus mengqadha?"

Ma'mar berkata, "Saya mendengar Hisyam berkata, 'Aku tidak mengetahui, apakah mereka itu mengqadha atau tidak.'"[71]
 

Bab 47: Puasa Anak-Anak
 
(Saya [Sofyan Efendi] tidak menemukan bab 48 & 49 pada kitab sumber, & saya belum memahami relevansi hadits no.964 dibawah ini dengan bab 47 ini. Menurut saya semestinya hadits no.964 ini disimpan pada bab 50.)

964. Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi melarang melakukan wishal (Dalam satu riwayat: 'Janganlah kamu melakukan wishal', beliau ucapkan dua kali) dalam berpuasa. Salah seorang (dalam satu riwayat: Beberapa orang 8/32) & kaum muslimin berkata, 'Sesungguhnya engkau berwishal, wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Siapakah diantara kamu yang seperti aku? 

Sesungguhnya aku bermalam dengan diberi makan & minum oleh Tuhanku.' (Lalu mereka tetap memaksakan diri melakukan semampu mungkin). Ketika mereka enggan menghentikan wishal, beliau mewishalkan mereka sehari, kemudian sehari. Kemudian mereka melihat tanggal, lalu beliau bersabda, 'Seandainya tanggal itu mundur, niscaya aku tambahkan kepadamu.' Beliau bersabda begitu seakan-akan hendak menghukum mereka ketika mereka enggan menghentikan (wishal)."

[14010180; Ringkasan Shahih Bukhari; M. Nashiruddin Al-Albani – GIP; HaditsWeb]

Baca artikel sambungannya:

  1. Kitab Puasa @1/5
  2. Kitab Puasa @2/5
  3. Kitab Puasa @3/5
  4. Kitab Puasa @4/5
  5. Kitab Puasa @5/5

0 komentar:

Posting Komentar

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi