Ketika itu awal tahun ajaran baru, universitas telah membukakan
pintunya untuk menerima mahasiswa-mahasiswa baru, termasuk aku. Mata kuliah
pertama dimulai & aku memasuki ruang kuliahku.
Aku duduk & di sampingku duduk pula seorang wanita muda yang dianugerahi Sang Pencipta kecantikan yang luar biasa, siapa pun pasti akan terkesima memandangnya.
Aku duduk & di sampingku duduk pula seorang wanita muda yang dianugerahi Sang Pencipta kecantikan yang luar biasa, siapa pun pasti akan terkesima memandangnya.
Di sela-sela mata kuliah, aku memperkenalkan diri kepadanya &
menanyakan namanya. Ia menjawab dengan tersenyum yang menunjukkan betapa lembut
& halusnya pergaulannya.
Kami pun kemudian larut dalam percakapan. Pembicaraan kami menyentuh masalah mata kuliah, kehidupan, hobi & sebagainya.
Kami pun kemudian larut dalam percakapan. Pembicaraan kami menyentuh masalah mata kuliah, kehidupan, hobi & sebagainya.
Dari logatnya, aku tahu ia wanita asing. Ia tidak bisa berbahasa Arab &
hanya menggunakan bahasa Perancis, itu pun tidak lancar. Aku akhirnya tahu
pula, ia tidak tinggal di negeri Arab tempat kami tinggal & belajar.
Ia datang dari negeri jauh, suhu udaranya sangat dingin, sering diselimuti salju di lereng-lereng & perbukitannya. Barangkali juga menyelimuti pula hati sebagian penduduknya. Ia dari Ukraina!
Ia datang dari negeri jauh, suhu udaranya sangat dingin, sering diselimuti salju di lereng-lereng & perbukitannya. Barangkali juga menyelimuti pula hati sebagian penduduknya. Ia dari Ukraina!
Peta Negeri Ukraina
Hari-hari pun berlalu, sementara hubungan kami lambat laun semakin akrab, hingga akhirnya menjadi teman dekat. Dari pertemanan itu, aku mengetahui ia Kristen Orthodoks.
Diam-diam aku gunakan kesempatan ini menawarkan Islam kepadanya. Tetapi, segenap upayaku meyakinkannya gagal. Penyebabnya amatlah aneh sekaligus menyedihkan!
Hari-hari pun berlalu, sementara hubungan kami lambat laun semakin akrab, hingga akhirnya menjadi teman dekat. Dari pertemanan itu, aku mengetahui ia Kristen Orthodoks.
Diam-diam aku gunakan kesempatan ini menawarkan Islam kepadanya. Tetapi, segenap upayaku meyakinkannya gagal. Penyebabnya amatlah aneh sekaligus menyedihkan!
Apa yang aku informasikan kepadanya mengenai Islam, tidak sinkron sama
sekali dengan kondisi kaum muslimin yang dilihatnya.
Andaikata ia berada di negeri asing (non Islam) lainnya, tentu kondisinya paling tidak akan lebih mudah. Sebab ia bisa membandingkan antara jurang kehidupan asing & toleransi & peradaban Islam.
Hasilnya, dapat dipastikan akan berpihak pada kebenaran & agama al-Haq.
Andaikata ia berada di negeri asing (non Islam) lainnya, tentu kondisinya paling tidak akan lebih mudah. Sebab ia bisa membandingkan antara jurang kehidupan asing & toleransi & peradaban Islam.
Hasilnya, dapat dipastikan akan berpihak pada kebenaran & agama al-Haq.
Masalahnya, aku sangat sedih karena agama yang aku ceritakan kepadanya,
adalah juga agama yang sering ia berinteraksi dengan para pemeluknya di
negerinya. Ia sering melihat mereka berpuasa Ramadhan, shalat, berhari raya, &
seterusnya.
Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama kejujuran, amanah &
kasih sayang, realitanya ia melihat & mendengar sendiri kebohongan &
kecurangan di dalam praktik ujian, kebiasaan menggunjing & mengadu domba
dari para pemeluknya sendiri!
Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama yang memiliki akhlak
yang mulia & kesucian, realitanya ia melihat kaum wanita & kaum
laki-laki dari para penganutnya melakukan gaya hidup ‘permisivisme’.
Betapa banyak orang yang mengaku beragama Islam mengajaknya pergi keluyuran & meminta kepadanya minuman keras padahal Islam melarang khamer & zina!
Betapa banyak orang yang mengaku beragama Islam mengajaknya pergi keluyuran & meminta kepadanya minuman keras padahal Islam melarang khamer & zina!
Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama yang menganjurkan bekerja,
bersemangat & bersungguh-sungguh, realitanya ia melihat kemalasan &
keterbelakangan mewarnai setiap pojok. Amat kontras dengan konsep agama ini
sendiri.
Di sisi lain, sangat disayangkan ketika ia melihat laki-laki &
wanita yang komit hidup malah mengisolir diri dari keramaian manusia &
lingkungannya. Mereka seakan menganggap Islam hanyalah sebatas pakaian &
perkara ibadah.
Mengingkari orang lain & menjauhi apa yang mereka lihat salah & menyimpang. Jadilah dalam interaksi mereka dengan orang lain seakan sedang menjauhi penyakit menular & berbahaya yang ada pada orang lain tersebut. Penyakit yang harus diberantasnya, diisolir & diajuhi sejauh-jauhnya!
Mengingkari orang lain & menjauhi apa yang mereka lihat salah & menyimpang. Jadilah dalam interaksi mereka dengan orang lain seakan sedang menjauhi penyakit menular & berbahaya yang ada pada orang lain tersebut. Penyakit yang harus diberantasnya, diisolir & diajuhi sejauh-jauhnya!
Padahal, Islam adalah agama nasehat, petunjuk, kerja & memberi.
Rasulullah SAW sendiri bersabda,
“Agama itu adalah Mu’amalah (interaksi).”
Dan dalam lafazh yang lain,
“Agama itu adalah nasehat.”
“Agama itu adalah Mu’amalah (interaksi).”
Dan dalam lafazh yang lain,
“Agama itu adalah nasehat.”
Jadi antara Islam & umat Islam seakan ada dua sisi ‘ekstrem’;
ekstrem lentur (tidak berpendirian) & jauh dari ajaran-ajaran Allah. Satu
lagi, ekstrem orang yang mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran dengan
membatasi agama hanya pada perkara-perkara ibadah saja atau dapat disebut
dengan ‘egois’.
Inilah kerumitan tema besar ini. Menurut dia, selama seseorang
berpegang pada suatu prinsip tertentu dalam kehidupannya, maka sudah seharusnya
pengaruh-pengaruh dari prinsip & aqidahnya itu tampak pada dirinya.
Bila suatu prinsip itu benar, maka hasilnya pun akan menjadi positif sedangkan bila hasilnya negatif, maka metode yang diikuti itu adalah salah besar.
Bila suatu prinsip itu benar, maka hasilnya pun akan menjadi positif sedangkan bila hasilnya negatif, maka metode yang diikuti itu adalah salah besar.
Dalam hal ini, aku harus membuktikan hal yang sebaliknya &
menampakkan kepadanya kesalahan judgmentnya terhadap agama yang paling utama,
bagi seluruh umat manusia. ISLAM.
Seiring bergeraknya kehidupan, mata kuliah yang bertumpuk & ujian
demi ujian kuliah, kami akhirnya sedikit menjauh dari tema tersebut. Dan tak
berapa lama, kami ditakdirkan berpisah…
Kira-kira 2 atau 3 tahun pun berlalu dengan cepat. Rupanya, dalam masa
itu, Allah menghendaki kami bertemu kembali. Cuma kali ini sedikit berbeda. Kalau
dulu aku belum banyak memahami masalah agama & belum hijab, kali ini aku
sudah mengenakannya. Alias, secara mental aku merasa sangat siap.
Baca sambungan kisah mualaf ini di:
0 komentar:
Posting Komentar
hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi