Senin, 10 Maret 2014

Kitab Haji #7/7



Catatan Kaki:

[1] Hadits Anas akan disebutkan secara maushul di sini (27-BAB), & hadits Ibnu Abbas disebutkan pada (33-BAB).


[2] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq & Said bin Manshur dengan isnad yang sahih.
 
[3] Al-Hafizh berkata, "Penyusun (Imam Bukhari) mengistimbat dari membawakan kabar ini dengan redaksi kalimat berita, 'Penduduk Madinah berihram' dengan maksud menetapkan ketentuan seperti itu. Apalagi tidak diriwayatkan dari seorang pun yang naik haji bersama Nabi bahwa beliau berihram sebelum Dzul Hulaifah. Kalau miqatnya telah ditentukan, niscaya mereka bersegera ke sana. Karena ke sana itu lebih sulit yang sudah tentu pahalanya lebih banyak."
 
[4] Mengenai masalah mencium wewangian, maka riwayat ini di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih. Adapun mengenai masalah memandang dalam cermin (bercermin), maka hal ini di-maushul-kan oleh ats-Tsauri di dalam Al-Jami' & Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang sahih darinya (Ibnu Abbas).

[5] Di-maushul-kan oleh Daruquthni dengan isnad yang di dalamnya Ibnu Ishaq meriwayatkannya secara mu'an'an. Himyan itu kantong yang menyerupai tali celana, untuk menaruh uang di dalamnya, & diikat bagian tengahnya.
 
[6] Di-maushul-kan oleh Imam Syafi'i nomor 949 dengan sanad yang lemah.
 
[7] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dari jalan Abdur Rahman ibnul-Qasim dari ayahnya, dari ayahnya, dari Aisyah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Fath.
 
[8] Ketika ihram, dengan syarat tidak harum baunya, sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi dari jalan lain dari Ibnu Umar secara marfu', & sanadnya lemah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya secara mauquf, & ini adalah yang paling sahih sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh. Disebutkan oleh penyusun pada "29- BAB".
 
[9] Yakni, saya sebutkan kepada Ibrahim bin Yazid an-Nakha'i perkataan Ibnu Umar mengenai hal itu. Lalu Ibrahim berkata, "Apa yang engkau perbuat terhadap perkataannya?" Di dalam riwayat ini tidak disebutkan perkataan Ibnu Umar yang diisyaratkan itu, & perkataan itu terdapat dalam riwayat lain yang telah disebutkan di muka pada "5 Al-GHUSL / 12 - BAB" dari Ibnu Umar, dia berkata, "Saya tidak suka berihram dengan mengenakan wewangian." 

Imam Muslim menambahkan, "Sungguh, saya melumuri pakaian dengan aspal itu lebih saya sukai daripada saya berbuat begitu." Dalam riwayat ini terdapat pengingkaran terhadap Aisyah. Silakan Anda baca! Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Dalam hal itu Ibnu Umar mengikuti ayahnya. Karena, ayahnya tidak suka terus-menerus mengenakan wewangian sesudah ihram sebagaimana akan disebutkan nanti. 

Sedangkan, Aisyah mengingkari hal itu. Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari jalan Abdullah bin Umar bahwa Aisyah berkata, 'Tidak mengapa seseorang mengenakan wewangian ketika hendak ihram.' Abdullah berkata, 'Saya memanggil seorang laki-laki ketika saya duduk di sebelah Ibnu Umar. Lalu, saya suruh orang itu datang kepada Aisyah, sedangkan saya sudah mengetahui apa yang pernah dikatakannya. 

Tetapi, saya ingin mendengar dari Aisyah. Lalu utusan saya itu datang & berkata, 'Sesungguhnya Aisyah berkata, 'Tidak mengapa mengenakan wewangian ketika hendak ihram, maka kenakanlah apa yang engkau pandang perlu.' Abdullah bin Abdullah bin Umar berkata, 'Maka, Ibnu Umar diam saja.'" Salim bin Abdullah bin Umar juga tidak sependapat dengan ayahnya & kakeknya mengenai masalah itu berdasarkan hadits Aisyah. 

Ibnu Uyainah berkata, "Aku telah diberi tahu oleh Amr bin Dinar dari Salim bahwa ada seseorang yang membicarakan perkataan Umar mengenai masalah wewangian, lalu Salim berkata, 'Aisyah berkata, '...' (sebagaimana dalam hadits itu). Salim berkata, 'Sunnah Rasulullah lebih berhak untuk diikuti.'" Saya (al-Albani) berkata, "Demikianlah hendaknya aplikasi 'ittiba'' kepada Rasulullah. Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada bapak-bapak yang telah meninggalkan anak-anak ideal yang lebih mendahulukan sunnah Rasulullah daripada ijtihad orang tuanya sendiri. 

Maka, di manakah posisi orang-orang belakangan yang sudah demikian jelasnya sunnah Rasulullah bagi mereka dalam masalah ini, kemudian mereka tidak mengikutinya, & lebih mengutamakan bertaklid kepada mazhab atau jumhur dengan alasan bahwa mereka lebih mengerti sunnah daripada kita? Bukankah Umar & putranya Abdullah itu secara umum lebih mengerti sunnah daripada Abdullah & Salim dua orang anak Ibnu Umar?

Maka, apakah gerangan yang mendorong keduanya menyelisihi ayah & kakeknya? Apakah karena mereka berkeyakinan lebih mengerti daripada ayah & kakeknya? Tidak mungkin mereka bersikap begitu! Sikap mereka yang demikian itu hanyalah semata-mata karena adanya sunnah yang mereka ketahui, & ini bukan berarti bahwa mereka lebih mengerti sunnah secara keseluruhan daripada ayah & kakeknya. Maka, apakah orang-orang yang suka taklid itu mau mengambil pelajaran dari peristiwa ini, & mengistimewakan Rasulullah untuk diikuti?'"
 
[10] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad yang sahih dari Aisyah.
 
[11] Tumbuhan berwarna kuning yang sangat harum baunya yang biasa digunakan untuk mencelup pakaian menjadi warna kuning kemerah-merahan, baunya sangat terkenal di Yaman.
 
[12] Di-maushul-kan oleh Baihaqi 5/52 tanpa menggunakan kata-kata "memakai cadar", & sanadnya sahih.
 
[13] Di-maushul-kan oleh Imam Syafi'i (969) dengan isnad yang lemah.
 
[14] Di-maushul-kan oleh Baihaqi (5/52) dengan sanad yang di dalamnya terdapat orang yang tidak menyebutkan darinya dengan tidak menyebut khuf & merah mawar. Adapun tentang khuf, maka diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Umar. Muwarrad adalah sesuatu yang dicelup warna mawar, & hal ini akan diriwayatkan secara maushul dalam bab Thawaf Kaum Wanita pada akhir hadits Atha' dari Aisyah.
 
[15] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur & Ibnu Abi Syaibah.
 
[16] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari pada nomor 760 di muka.
 
[17] Diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari), tetapi di-maushul-kan oleh Abu Nu'aim dalam al Mustakhraj.
 
[18] Di-maushul-kan oleh penyusun pada "64 - AL-MAGHAZI / 63-BAB".
 
[19] Saya berkata, "Umar tidak mengetahui apa sebab Rasulullah tidak melakukan tahalul. Yaitu, sabda beliau, 'Seandainya saya tidak membawa binatang kurban, niscaya saya bertahalul.' Sebagaimana sahabat-sahabat yang tidak membawa kurban tidak mengetahui perintah Rasulullah untuk memfasakh haji kepada umrah, sebagaimana yang akan disebutkan pada hadits Ibnu Abbas nomor 774 & sesudahnya.'"
 
[20] Di-maushul-kan oleh ath-Thabari & ad-Daruquthni dengan sanad yang sahih darinya.
 
[21] Di-maushul-kan oleh Ibnu Khuzaimah & ad-Daruquthni serta al-Hakim dengan sanad yang sahih darinya (Ibnu Abbas), & disebutkan secara ringkas dalam akhir haditsnya yang tercantum pada nomor 259.
 
[22] Di-maushul-kan oleh Said bin Manshur, Abdur Razzaq, & lain-lainnya dari beberapa jalan dari Utsman yang saling menguatkan antara sebagian terhadap sebagian lainnya sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh. Semua riwayat yang marfu' tentang keutamaan ihram sebelum miqat, tidak ada yang sahih.
 
[23] Yakni, apakah ini kehalalan umum bagi segala sesuatu yang tadinya diharamkan ketika ihram, termasuk bersetubuh, ataukah ini kehalalan untuk sesuatu tertentu?
 
[24] Diriwayatkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, tetapi di-maushul-kan oleh Ismaili. Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari sendiri dari jalan lain dari Ibnu Abbas yang semakna dengannya, & sudah disebutkan pada hadits nomor 768.
 
[25] Yaitu ibnu Musarhad al-Bashri, guru penyusun (Imam Bukhari) dalam hadits ini.

*1*) Hadits Jabir yang tercantum pada nomor 205 kemudian diulang pada nomor 782, maka yang pertama itu dikesampingkan, & yang dilengkapi ini adalah yang kedua (nomor 782) sebagai berikut: "Pada waktu Ka'bah dibangun, Nabi & Abbas mengangkut batu (untuk membangun Ka'bah sambil beliau mengenakan sarung 1/96). Lalu (pamannya), Abbas, berkata kepada Nabi, 'Wahai anak saudaraku! Ikatkanlah sarungmu ke lehermu. 

(Dan dalam satu riwayat: Alangkah baiknya kalau engkau lepaskan sarungmu & engkau letakkan di atas pundakmu untuk melindungimu dari batu.') Jabir berkata, "Lalu, beliau melepaskannya & meletakkannya di atas pundak beliau. Kemudian beliau jatuh pingsan ke tanah, & kedua mata beliau memandang ke langit. (Kemudian beliau siuman), lalu bersabda, 'Bawa kemari sarungku!' Lalu, beliau mengikatkannya pada tubuh beliau. (Maka, sesudah itu beliau tidak pernah terlihat tanpa pakaian)."
 
[26] Al-Hafizh tidak membawakan tambahan ini di dalam mensyarah hadits ini di sini. Tetapi, ia menyebutkan tambahan dari riwayat Zam'ah bin Shalih dari az-Zuhri yang menjadi sumber haditsnya dengan lafal, "Yaumal Fathi 'pada hari Fathu Makkah'." Sedangkan, Zam'ah itu dhaif. Kemudian al-Hafizh mengkompromikan antara riwayat itu dengan riwayat sesudahnya dengan mengemukakan kemungkinan terjadinya beberapa kisah, & riwayat pertama didukung oleh hadits Abu Hurairah yang akan disebutkan.
 
[27] Di-maushul-kan oleh Ahmad dengan sanad yang sahih. Tetapi, penyusun (Imam Bukhari) mengisyaratkan bahwa riwayat ini ganjil, dengan menguatkan riwayat yang pertama atas riwayat ini. Namun, kedua riwayat ini dapat dkompromikan sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh, bahwa hajinya manusia sesudah keluarnya Ya'juj & Ma'juj itu tidak menutup kemungkinan masih dilaksanakannya haji pada waktu telah dekat munculnya tanda-tanda hari kiamat.
 
[28] Yakni, emas & perak dari perbendaharaan yang ada padanya, yang diberikan orang kepadanya. Mereka biasa melemparkannya ke dalam Baitullah. Lalu, Sayyidina Umar bermaksud membagi-bagikannya kepada kaum muslimin.
 
[29] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada bagian-bagian awal "34 -AL-BUYU".
 
[30] Di-maushul-kan oleh Sufyan ats-Tsauri di dalam Jami-nya, & oleh al-Fakihi di dalam Kitabu Makkah dengan sanad yang sahih.
 
[31] Hadits ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, tetapi di-maushul-kan oleh al-Jauzaqi. Ia memiliki beberapa jalan lain dalam al-Musnad (1/217, 246, 332, 372, 4/94, 98). Pada sebagian riwayat disebutkan bahwa Muawiyah berkata kepada Ibnu Abbas, "Anda benar", akan tetapi sanadnya lemah.
 
[32] Maksudnya, tidak seyogianya bagi seseorang menjaga (menghalangi).
 
[33] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad yang sahih darinya.
 
[34] Tambahan ini gugur (tidak ada) dalam naskah kami, tetapi terdapat dalam sebagian naskah, di antaranya naskah Al-Fath.
 
[35] Di-maushul-kan oleh Said bin Manshur dari Jamil bin Zaid dari Ibnu Umar yang serupa dengan itu. Akan tetapi, Jamil ini lemah. Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad yang sahih dari Abdur Rahman bin Abu Bakar.
 
[36] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad yang sahih darinya.
 
[37] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ismail secara ringkas, & di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dari Ma'mar dari az-Zuhri secara lengkap, & sanadnya sahih.
 
[38] Diriwayatkan dengan redaksi yang hampir sama maknanya pada nomor 322.
 
[39] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan dua isnad yang sahih darinya.

[40] Di-maushul-kan oleh Imam Malik dengan sanad sahih darinya.
 
[41] Telah disebutkan di muka pada "9-AL-MAWAQIT / 33 - BAB" dari jalan lain selain Aisyah dengan redaksi yang lebih lengkap daripada yang di sini.
 
[42] Al-Hafizh berkata, "Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari jalan Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Nabi melakukan thawaf di atas unta beliau. Kemudian beliau menderumkan unta itu sesudah selesai thawaf, lalu mengerjakan shalat dua rakaat" Kemungkinan pada waktu itu beliau minum air zam-zam sebelum kembali kepada unta beliau & pergi ke Shafa. Bahkan, inilah yang sudah jelas. 

Karena, yang menjadi alasan Ikrimah untuk menolak keberadaan beliau minum sambil berdiri itu ialah riwayat yang ada padanya bahwa Rasulullah thawaf di atas unta, & pergi ke Shafa di atas unta itu & melakukan sa'i di atas unta itu juga. Akan tetapi, aktivitas itu diselingi dengan melakukan shalat dua rakaat thawaf, & terdapat riwayat yang sah bahwa beliau melakukan shalat ini di atas tanah. Maka, apakah gerangan yang menghalangi kemungkinan beliau pada waktu itu minum air zam-zam sambil berdiri sebagaimana yang diriwayatkan asy-Syabi dari Ibnu Abbas?
 
[43] Al-Hafizh berkata, "Imam Bukhari tidak menyebutkan redaksi pertanyaan & jawabannya, & ia mencukupkan yang marfu saja. Imam Muslim meriwayatkannya dari jalan ini dengan lafal bahwa seorang laki-laki dari Irak bertanya kepadanya, 'Tanyakanlah untukku kepada Urwah ibnuz Zubair tentang hukum seseorang yang melakukan ihram haji, apakah telah selesai thawaf, apakah ia boleh tahalul atau tidak? Jika ia berkata kepadamu, 'Tidak boleh,' maka katakan kepadanya bahwa ada seseorang yang berkata begitu. Lalu saya bertanya kepadanya, kemudian Urwah menjawab, 'Tidak boleh tahalul orang yang berihram untuk haji kecuali untuk haji.' 

Laki-laki itu mendesakku, lalu saya ceritakan kepadanya. Kemudian ia bekata, 'Katakanlah kepadanya, karena ada seseorang yang memberitahukan bahwa Rasulullah pernah berbuat begitu, & bagaimana dengan Asma & Zubair yang telah melakukan hal itu? Ia berkata, "Lalu aku datang kepada Urwah, lantas saya beritahukan hal itu kepadanya. Kemudian ia bertanya, 'Siapakah ini?' Saya jawab, 'Tidak dikenal, yakni saya tidak mengetahui namanya.' 'Mengapa dia tidak datang sendiri untuk menanyakannya kepadaku? Saya kira dia orang Irak, sedangkan orang-orang Irak itu keras kepala di dalam menghadapi persoalan-persoalan.' Urwah berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah telah menunaikan haji.'" Lalu Imam Muslim menyebutkan hadits itu.
 
[44] Di-maushul-kan oleh al-Fakihi dari dua jalan dari Ibnu Umar, & pada salah satunya terdapat tambahan: Sufyan berkata, "Ia adalah di antara dua tanda ini."
 
[45] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur darinya dengan lafal, "Saya melihat Ibnu Umar di masjid, lalu dikatakan kepadanya bahwa bulan sabit telah tampak, kemudian disebutkan kisah ini. Lalu dia diam saja, sehingga ketlka hari Tarwiyah (8 Dzul Hijjah), dia datang ke Bath-ha'. Setelah kendaraannya siap, dia lantas melakukan ihram."

[46] Di-maushul-kan oleh Muslim (4/37) darinya, & dia adalah Ibnu Abi Sulaiman.

[47] Di-maushul-kan oleh Muslim juga (4/36).
 
[48] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam Ath-Thaharah (109).
 
[49] A1-Hafizh berkata, "Di-maushul-kan oleh Ibrahim al-Harbi di dalam 'al-Manasik'." Saya (Albani) katakan, "Dan pada bagian akhirnya terdapat tambahan: 'di rumahnya', & sanadnya sahih. Dan atsar ini tidak terdapat di dalam 'Nuskhah al-Manasik' yang diterbitkan & ditahqiq oleh rekan kami yang terhormat Ustadz Ahmad al-Jasir. Menurutnya, yang rajih (kuat) riwayat itu dari al-Harbi, tetapi menurut saya yang rajih tidak demikian.
 
[50] Saya berkata, "Isnadnya mu'allaq menurut penyusun, & di-maushul-kan oleh a1-Ismaili dengan sanad yang sahih, tetapi riwayat yang serupa di-maushul-kan uleh penyusun pada bab sebelumnya.
 
[51] Yakni termasuk warga tanah Haram. Al-Majd berkata, "Hums adalah kawasan tandus, & ini dijadikan gelar bagi kaum Quraisy."
 
[52] Al-Hafizh berkata, "Di dalam riwayat Abul Waqt disebutkan dengan lafal 'ketika', & ini lebih tepat. Karena, lafal ini adalah zharaf zaman 'keterangan waktu', sedangkan adalah zharaf makan 'keterangan tempat'."
 
[53] Maksudnya, ketika hari masih sangat gelap di Muzdalifah pada hari itu, & inilah yang dimaksud dengan perkataannya "Dan mengerjakan mengerjakan shalat fajar/subuh sebelum waktunya." Karena seluruh harinya beliau melakukan shalat subuh itu ketika hari masih gelap. Namun, sesudah mengerjakan shalat sunnah fajar di rumahnya, kemudian keluar. Akan tetapi, di dalam sanad hadits ini terdapat Abu Ishaq as-Sabi'i, yang hafalannya sudah kacau. Lagipula hadits ini mudhtharib sebagaimana telah saya jelaskan di dalam Adh-Dha'ifah (4835).
 
[54] Ketahuilah bahwa di dalam hadits ini tidak ditegaskan bahwa perkenan atau izin itu meliputi melempar jumrah sebelum matahari terbit. Maka, ada kemungkinan keberangkatan dari Muzdalifah itu beberapa saat sebelum fajar, & itulah yang diizinkan menurut nash. 

Adapun melempar jumrah, maka hal itu semata-mata ijtihad Aisyah sendiri yang bertentangan dengan nash lain yang tidak sampai kepadanya, yaitu hadits Ibnu Abbas tadi yang di antara lafalnya menurut riwayat Abu Dawud & lainnya ialah Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah mendatangkan keluarganya yang lemah-lemah pada waktu hari masih gelap, & memerintahkan mereka agar tidak melempar jumrah sehingga matahari terbit " Maka, ini merupakan nash yang membedakan antara kembali dari Muzdalifah ketika hari masih gelap, & melempar jumrah sebelum matahari terbit. Perhatikanlah masalah ini, karena sangat penting.
 
[55] Seluruh perkataan Mujahid ini di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid.
 
[56] Saya katakan bahwa ini adalah perkataan penyusun (Imam Bukhari) sendiri. Akan tetapi, al-Hafizh menyebutkan bahwa ath-Thabari meriwayatkannya melalui dua jalan dari Mujahid, & diriwayatkan dari jalan Maqsim dari Ibnu Abbas sebagai perkataannya.
 
[57] Di-maushul-kan oleh Imam Malik di dalam Al Muwaththa' (1/342) dengan isnad yang sahih.
 
[58] Di-maushul-kan oleh penyusun pada bab yang akan datang "54 - ASY-SYURUTH/15 - BAB".
 
[59] Di-maushul-kan oleh Imam Malik dengan sanad yang sahih dari Ibnu Umar secara ringkas dengan tanpa ada pengecualian. Diriwayatkan oleh Baihaqi dari jalan Yahya bin Katsir dari Imam Malik. Sesudah itu dia berkata, "Perawi lain menambahkan dari Imam Malik kecuali pada tempat kelasa..." hingga akhirnya.
 
[60] Yakni, tidak boleh memberikan daging kurban atau lainnya kepada penyembelihnya sebagai upah, melainkan sebagai hadiah atau sedekah. Karena kalau sebagai upah, dinilai sama dengan menjualnya. Wallahu'a1am. (Penj.)
 
[61] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam bab sebelumnya.
 
[62] Di-maushul-kan oleh Sufyan bin Uyainah di dalam tafsirnya.
 
[63] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih yang semakna dengannya.

[64] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad sahih.
 
[65] Di dalam riwayat Muslim, Atha' berkata, "Ya." Al-Hafizh berkata, "Demikian yang tersebut dalam riwayat Muslim, berbeda dengan yang tersebut dalam riwayat Bukhari." Inilah yang terpelihara menurut pendapat saya (al-Albani), berbeda dengan al-Hafizh, karena beberapa alasan diantaranya riwayat berikutnya. Telah saya sebutkan alasan-alasan lain dengan jalan-jalan & riwayat-riwayat pendukungnya, serta saya kemukakan peringatan yang diperoleh dari hadits tersebut untuk menghindarkan orang-orang haji dari menyia-nyiakan daging kurban di negeri itu. Hal itu sudah saya jelaskan di dalam buku saya 'Hajjatun Nabiyyi' halaman 87-88.
 
[66] Yakni, sesudah matahari tergelincir. Silakan periksa al-Fath.
 
[67] Demikian diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun rahimahullah. Di-maushul-kan oleh an-Nasa'i & ath-Thahawi serta Ibnu Hibban dengan sanad yang sahih sebelum hadits Ibnu Abbas.
 
[68] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun, tetapi di-maushul-kan oleh Muslim.
 
[69] Hal ini terjadi bukan pada waktu haji wada', karena pada waktu itu Nabi melakukan haji qiran & beliau tidak bertahalul kecuali sesudah nahar (menyembelih kurban) sebagaimana disebutkan dalam hadits Hafshah (775) di muka. Menurut pendapat yang kuat, hal ini terjadi pada waktu umrah Ji'raniyah. Silakan periksa Al-Fath.

[70] Di-maushul-kan oleh Abu Dawud & lainnya, & Abu Zubair ini adalah mudallis 'suka menyamarkan' & dia meriwayatkannya secara mu'an'an 'menggunakan lafal' an'. Silakan periksa Dha'if Abi Dawud 342.
 
[71] Di-maushul-kan oleh Thabrani dengan sanad yang sahih, & hadits ini mempunyai syahid (saksi pendukung) dengan sanad yang sahih dari Thawus yang diriwayatkan secara mursal.
 
[72] Di-maushul-kan oleh Ibnu Khuzaimah & ismaili dengan sanad yang sahih dari Ibnu Umar.
 
[73] Ini adalah bagian dari hadits Ibnu Umar yang di-maushul-kan oleh penyusun pada "194 - BAB".
 
[74] Penyusun tidak mengeluarkan hadits Shafiyah dari riwayat Ummu Sulaim, melainkan dari riwayat Aisyah r.a., & telah disebutkan di muka pada nomor 176. Karena itu, al-Hafizh berkata, "Sesungguhnya penyusun meringkas hadits Ikrimah ini sedemikian singkat di mana tidak jelas maksudnya, kecuali dengan mentakhrij sebagian jalannya yang menjelaskannya. Di antaranya dari Qatadah dari lkrimah dengan lafal yang hampir sama dengan itu. 

Dalam riwayat itu disebutkan, "Lalu orang-orang Anshar berkata, 'Kami tidak akan mengikutimu wahai Ibnu Abbas, sedangkan engkau menyelisihi Zaid.' Ibnu Abbas berkata, 'Tanyakanlah kepada sahabat wanita kalian Ummu Sulaim.' Lalu Ummu Sulaim berkata, 'Saya haid sesudah thawaf di Baitullah pada hari nahar, lalu Rasulullah menyuruh saya berangkat. 

Dan Shafiyah haidh, lalu Aisyah berkata kepadanya, 'Rugilah engkau, sesungguhnya engkau telah menahan kami.' Lalu hal itu disampaikan kepada Nabi & beliau bersabda, 'Suruhlah ia berangkat.' Diriwayatkan oleh Ahmad (6/431) & sanadnya sahih. Penyusun (Imam Bukhari) meriwayatkan secara mu'allaq sesudah hadits tersebut, tetapi disebutkan matannya. Oleh karena itu, saya tidak mengisyaratkan matannya."
 
[75] Hadits ini mu'allaq, & telah disebutkan secara maushul pada "28-BAB" bagian awalnya. Adapun bagian akhirnya saya tidak mendapatkannya maushul.
 
[Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani  GIP; HaditsWeb]


Lanjutan tulisan di atas, dapat dilihat dilink berikut:

  1. Kitab Haji #1/7
  2. Kitab Haji #2/7
  3. Kitab Haji #3/7
  4. Kitab Haji #4/7
  5. Kitab Haji #5/7
  6. Kitab Haji #6/7
  7. Kitab Haji #7/7


0 komentar:

Posting Komentar

hanya komentar yang baik, menyejukkan, mencerdaskan, menginspirasi